"Aneh. Kalau mau lihat masalahnya, jangan dihajar obyeknya. Coba berani nggak pemerintah menghentikan pabrik rokok? Itu ekstrem. Dan bagi perokok peraturan ini ekstrem," ujar Andri (30), karyawan IT di bilangan Sudirman yang ditemui detikcom di smooking room Senayan City, Jl Asia Arrika, Jakarta, Jumat (21/5/2010).
Pria berkaca mata ini berancang-ancang membandel bila peraturan itu jadi diterapkan. Andri punya pengalaman yang menurutnya tak enak saat Pemprov DKI merazia perokok di Kawasan Tanpa Rokok beberapa waktu lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Solusinya benar dibuatkan smoking room, karena kalau mal seperti food court masih bebas merokok estetikanya juga jelek," sarannya.
Pendapat Andri didukung oleh Budi (26), asisten artis Bertrand Antolin yang ditemui di smoking room Plaza Senayan (PS). "Aneh, kalau mau dari zaman dulu, jangan tahun sekarang, tanggung. Ada-ada aja," ujar Budi.
Peraturan ini dinilainya kemunduran. Masalahnya, Pemprov DKI juga yang dulu membuat peraturan smoking room di dalam gedung, sekarang ditarik kembali.
"Masalahnya, semua orang kalau merokok di smoking area, kecuali di resto-resto yang mengizinkan merokok. Banyak orang sudah sadar kok kalau merokok ya harus di smoking room," tukas pria gondrong berkaca mata ini.
Sedangkan Shan (32), warga negara Korea Selatan yang sudah 8 tahun bermukim di Indonesia mengatakan hal itu tidak masalah bila diterapkan di pusat perbelanjaan, asal jangan di gedung perkantoran.
"Kalau mal saya rasa nggak apa-apa. Tapi kalau di dalam mal ada perkantoran nggak mungkin kan kalau mereka mau merokok sambil kerja. Agak berlebihan, cukup disediakan smoking room," jelas Shan yang ditemui di food court STC Senayan.
Shan membandingkan peraturan di negaranya, Korsel, di mana ada fasilitas umum yang dilarang merokok. "Di halte misalnya.Β Kalau polisi menemukan akan kena denda. Mungkin peraturan ini (Pergub) akan berkembang menjadi benar-benar dilarang merokok kecuali di basement," imbuhnya.
Ada juga yang mendukung peraturan ini seperti Edwin (42), seorang wiraswasta yang ditemui di teras Mal PS. "Bagus, seharusnya memang seperti itu. Perkembangan kota besar itu mengikuti kepentingan publik. Saya tadi barusan ngerokok di cafe, tapi kalau ada peraturan itu sih nggak masalah," tutur Edwin yang akan menuruti aturan itu bila diterapkan.
Kemudian Yusuf, seorang sopir yang sering mengantar ke Ratu Plaza memilih merokok di luar ruangan daripada di smoking room Ratu Plaza yang terletak di basement. "Panas ya, jadi mending begini. Tapi bagus aja di ruangan AC nggak merokok," jelas dia.
Tak ketinggalan Firman (29), karyawan di kawasan Tebet yang mengaku beberapa kali ditegur satpam di mal gara-gara merokok mengatakan tidak masalah atas peraturan itu.
"Saya pernah ditegur security Citraland dan Ratu Plaza. Di ruangan AC nggak boleh merokok ya setuju saja, nggak masalah," tutur pria yang ditemui di depan Ratu Plaza itu.
Pantauan detikcom, di 4 pusat perbelanjaan di kawasan Senayan, Jenderal Sudirman itu memang tak banyak orang yang bebas merokok di dalam mal. Di Ratu Plaza misalnya, smoking roomnya yang di basement cenderung sepi, orang banyak merokok di cafe-cafe, smoking room atau di luar gedung. Begitu pun di ketiga pusat perbelanjaan lainnya.
(nwk/anw)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini