"Dalam surat itu maupun surat perintah bongkar yang dikeluarkan Walikota Jakarta Utara, tidak pernah sekalipun memerintahkan untuk membongkar makam, justru akan direnovasi dan akan dijadikan monumen," ujar Prijanto kepada wartawan di Balaikota, Jl medan Merdeka Selatan, Jumat (14/5/2010).
Β
Menurut Prijanto, pemicu kerusuhan justru datang dari mereka yang melakukan provokasi kepada warga di sekitar makam dengan menyebarkan berita bahwa makam akan digusur. "Adanya indoktrinasi, selebaran, SMS, Facebook yang isinya hasutan, provokasi serta memutar-balikan fakta bahwa kita mau gusur makam. Hasutan inilah pemicu kerusuhannya," terang Prijanto.
Β
Dalam kesimpulannya, Komnas Ham juga menilai Pemprov DKI tidak memperhatikan aspek sosio-psikologis umat, terkait dengan rencana pembokaran lahan di area makam tersebut. Lagi-lagi Prijanto membantah secara tegas kesimpulan tersebut.
Β
"PT Pelindo meminta agar makam dibongkar, tapi kita tidak setuju. Kita ingin makam direnovasi dan dipercantik karena kita menghormati umat, apa ini bukan aspek sosio-psikologis?," tambah pria yang akrab di sapa Pri ini.
Β
Terkait hasil rekomendasi yang menyebutkan Pemprov DKI adalah pihak yang paling bertanggungjawab atas kerusuhan di Koja tersebut, Pri pun meminta agar komnas Ham mempelajari arti pelanggaran ham.
Β
"Kebenaran pernyataan itu perlu diuji, dengan pendekatan arti 'pelanggaran Ham' sesuai ketentuan UU No 39 tahun 1999, pasal 1 angka 6," pungkasnya.
(her/gah)