Warga Dayak Minta Layanan Kesehatan Lebih Maksimal

Mantri Desa Tolong Warga Dipidana

Warga Dayak Minta Layanan Kesehatan Lebih Maksimal

- detikNews
Senin, 26 Apr 2010 06:05 WIB
Kutai Kertanegara - Warga Dayak Tanjung yang telah menghuni ratusan tahun Desa Enggelam, Kecamatan Muara Wis, Kabupaten Kutai Kartanegara meminta pemerintah memberikan layanan kesehatan lebih maksimal. Terlebih apabila pemerintah memberlakukan UU Kesehatan dengan ketat. Dalam UU Kesehatan tersebut, mantri/bidan tidak boleh memberikan layanan layaknya dokter.

Warga tak tahu ada aturan yang melarang mantri memberikan layanan kesehatan
layaknya dokter. Tahunya warga, petugas medis adalah orang yang mengobati dengan segala cara.

“Warga sini, tahunya kalau sakit ke Mantri, ya tahunya sembuh. Tak tahu aturan boleh/tidak boleh menyuntik,” ungkap tokoh adat Dayak Tanjung, Hep (57) kepada detikcom, Jumat, (23/4/2010).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kalau saya bilang kecewa, (nanti) murka pemerintah. Kalau tidak kecewa, ya
kita sendiri kecewa. Kami minta pemerintah lebih memperhatikan,” tambahnya.

Dia bercerita, dulu ada jaminan Jamkesmas, tapi biaya transportasi ke
Pusban atau Puskesmas dari masyarakat sendiri. Untuk bisa mencapai Puskesmas terdekat di Kota Bangun, minimal mengeluarkan biaya Rp 200 ribu untuk membeli bensin mesin perahu. Belum lagi jika pasien meninggal, biaya untuk mengambil mayat akan membengkak hingga Rp 500 ribu lebih. Apalagi jika harus dirujuk ke RS di Kutai Kartanegara.

“Kalau jarak tempuh ke Kota Bangun minimal 3,5 jam menggunakan sampan. Apa tidak keburu mati yang sakit,?” bebernya.

Desa yang telah berusia ratusan tahun itu pernah ada mantri tapi tak bertahan lama. Karena bukan putera daerah, lain agama dan tidak tahan dengan kondisi alam. Adapun dokter tidak pernah sama sekali yang menetap di desa tersebut. Dengan jumlah 400 KK/1600 jiwa lebih, dia berharap ada mantri yang menetap di desa tersebut. “Bidan pernah, tapi sebentar-sebentar,” bebernya.

Akibat kurangnya perhatian kesehatan dari masyarakat, pada 2008 penduduk terkena endemik penyakit yang hingga kini belum terungkap. Sebanyak 20 orang meninggal dengan ciri-ciri penyakit tak bisa bicara, air liur keluar, tangan tak bergerak seperti infeksi otak atau rebies. “Tak pernah turun tim kesehatan. Padahal saya sudah lapor ke kecamatan,” tuturnya.

Di desa tersebut,penyakit yang sering mengidap yaitu stroke, kanker otak dan
juga jantung. Bahkan, warga menilai jika stroke seperti penyakit menular. “Belum ada air bersih. Minum dari air sungai,” ceritanya.

Mantri yang paling dekat dengan warga (2 jam perjalanan sungai), Ramsyah,
mengaku was-was apabila memberika pertolongan kepada warga Dayak tersebut.
Terlebih, teman seprofesinya, Misran dipenjara 3 bulan penjara. “Kalau saya ya, bingung. Tapi sementara ya ikut aturan. Kalau UU bilang belum boleh ya saya ikut. Pasien saya rujuk ke puskesmas yang ada dokternya,” kata Ramsyah.

Adapun kasus mantri desa Misran tersebut bermula ketika hakim PN Tenggarong yang diketuai oleh Bahuri dengan hakim anggota Nugraheni Maenasti dan Agus
Nardiansyah memutus hukuman 3 bulan penjara, denda Rp 2 juta rupiah subsider 1 bulan pada 19 November 2009.

Hakim menjatuhkan hukuman berdasarkan UU 36/ 2009 tentang Kesehatan  pasal 82 (1) huruf D jo Pasal 63 (1) UU No 32/1992 tentang Kesehatan yaitu Mirsam tak punya kewenangan memberikan pertolongan layaknya dokter.  Putusan ini lalu dikuatkan oleh PT Samarinda, beberapa pekan lalu. Akibat putusan pengadilan ini, 13 mantri memohon keadilan ke MK karena merasa dikriminalisasikan oleh UU Kesehatan.

(asp/mad)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads