Salah satu murid Teeza (27) di Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI), Rangga, menceritakan sosok gurunya itu. Teeza, menurut Rangga, ingin agar murid-muridnya bisa sukses dalam dunia penerbangan.
"Dia itu sangat presisi sekali dan kita harus bisa seperti standar dia. Kak Teeza nggak galak, lebih tepat tegas," ujar Rangga saat ditemui detikcom di RS Siloam, Karawaci, Kamis (22/4/2010).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Teeza dan Sephazka Abdillah (Aka) kini sedang berjuang untuk bisa kembali siuman usai pesawat latih TB 10 yang dibawa bertabrakan dengan motor di runway Bandara Budiarto, Curug, Tangerang. Dua pengendara motor itu tewas.
Rangga menuturkan, pertama kali ia terbang dengan Teeza tepat tanggal 27 Maret 2010 lalu. Dalam silabus STPI, mahasiswa yang sudah menginjak semester 3 memang sudah diajarkan cara terbang. Mulai dari take off hingga landing pesawat.
"Biasanya setiap terbang itu 1 jam perhari. Saya baru 5 kali terbang dengan Kak Teeza," ujar Rangga bangga.
Seusai terbang, biasanya Teeza memberitahu apa-apa saja kekurangan Rangga. Teeza juga terkenal tidak pelit memberikan ilmu kepada muridnya.
Di mata Ibunya, Teeza justru tidak terlalu banyak bicara. Ia baru banyak bercerita jika ditanyakan. Namun Teeza suka memberi kejutan.
Suatu waktu Teeza akan mengikuti ujian untuk mendapatkan Private Pilot License (PPL). Meski ujian itu penting dalam karirnya, Teeza tidak mau memberitahu keluarga.
Seusai ujian, Teeza buru-buru menelepon keluarganya. Teeza meminta ayahnya, yang seorang pilot jangan dulu berangkat.
"Padahal ayahnya sudah masuk mobil jemputan," kata Ibu Arie.
Kedua orangtua Teeza bingung dengan maksud anak pertamanya itu. Arie terus menghubungi Teeza menanyakan posisinya. Namun Teeza masih terus meminta agar ayahnya jangan dulu pergi.
"Pas nyampe, dia langsung masuk ke dalam mobil dan langsung menyematkan wings (semacam pin berbentuk sayap) ke dada ayahnya, tidak ngomong tidak apa," ucap Arie terbata-bata. (mrp/irw)