Dengan hanya mengenakan kaos hitam dan celana selutut, pria berpeci itu tampak tersenyum di bawah sinar matahari yang menyinarinya.
Sesaat, Babe merasa terbebas dari kekangan penjara 3x5 meter yang selama ini di tahanan. Namun, beberapa jam kemudian, dia harus menghadapi pengadilan yang akan memutuskan hukuman mati atas perbuatannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ya, hari ini, Kepolisian Daerah Metro Jaya akan melimpahkan dirinya ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI. Sebelum membawanya ke Kejati, kedua polisi yang mendampinginya kemudian membawanya ke Biddokes Polda Metro untuk mengecek kesehatannya.
Rangkaian langkahnya menuju Biddokes, dia bercerita akan mimpinya. Mimpi yang selalu terulang-ulang setiap malamnya, yang dia sendiri tidak ketahui artinya.
"Saya sering mimpi naik pohon. Udah nyampe puncak, tapi nggak bisa balik lagi," ujarnya sambil tersenyum.
Tiba di Biddokes, Babe kemudian mendaftarkan diri untuk diperiksa kesehatannya. Di situ, dia hanya duduk sambil menunduk. Kedua tangannya meremas-remas seperti gelisah.
"Sedih," begitu katanya.
Betapa tidak, di penghujung usianya, dia malah harus meringkuk di balik jeruji. Bahkan selama meringkuk di Polda Metro, Babe hampir tidak pernah dikunjungi sanak familinya.
"Hanya sesekali," jawabnya.
Penghuni tahanan lain yang sering bercanda dengannya yang melipur hatinya yang lara. Selama di tahanan Polda Metro, dirinya lebih banyak beribadah. "Saya banyak-banyak salat sekarang," katanya sambil tersenyum.
Selama itu pula, perasaannya diselubungi rasa penyesalan yang tiada tara karena telah membunuh anak asuhannya. Tapi dia juga bersyukur polisi telah berhasil menangkapnya setelah 15 tahun sejak tahun 1995, tindakan pembunuhannya tidak terbongkar.
"Kalau tidak tertangkap, mungkin akan ada korban lain," katanya sambil tertunduk.
Baginya, menyodomi anak dibawah umur sudah seperti makan. Suatu kebutuhan yang harus terpenuhi. "Seperti makan saja," ucapnya.
"Babe," teriak seorang petugas Biddokes memanggilnya untuk diperiksa.
"Oh iya Bu,"sahut Babe sambil bergegas menuju ruang pemeriksaan.
Dalam waktu beberapa menit, pemeriksaan Babe kelar. Babe kemudian kembali duduk di bangku ruang tunggu untuk menunggu hasil pemeriksaan. Wajahnya pun kembali menunduk. Seorang polisi yang mendampinginya menyelipkan beberapa lembar uang pecahan Rp 100 ribu ke kantong celananya sebelum akhirnya Babe dimasukkan ke dalam mobil.
"Terimakasih Pak," ucapnya lirih.
Pemeriksaan selesai, surat keterangan kesehatan dari dokter sudah didapat. Babe kemudian digiring ke mobil polisi untuk diserahkan ke Kejati DKI. Tanpa pengawalan ketat, Babe kemudian dibawa ke Kejati DKI.
(mei/nwk)