Namun, tesis-tesis yang dikemukakan profesor Santos dalam bukunya dibantah oleh ahli Geologi dan Arkeologi.
"Benua peradaban Atlantis yang hilang tidaklah dimana-mana itu hanya sebuah fiksi. Tapi itu bisa dijadikan motivasi untuk mencari peradaban-peradaban masa lalu," ujar Ketua Ahli Ikatan Arkeologi Indonesia, Profesor Dr Harry Truman Simanjuntak, pada acara Seminar Nasional 'Indonesia Atlantis yang Sesungguhnya' di Museum Indonesia TMII, Jakarta, Sabtu (20/2/2010).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita harus hati-hati dengan sumber cerita itu. Santos berangkat dari cerita yang sudah beribu-ribu tahun lalu, yang kebenarannya masih perlu diuji," jelasnya.
Senada dengan profesor Harry, ahli geologi Dr Awang Setyana juga menilai karya Santos tidak didukung fakta yang akurat.
"Tesis yang diajukan santos tidak mempunyai argumentasi dan bukti geologi,' jelas Awang.
Menurut Awang, Santos dalam bukunya bersandarkan hanya pada kontemplasi yang dilakukannya selama 10 tahun. Dalam buku Santos, kata Awang, tidak ada analisis empiris maupun bukti-bukti yang mendukung tesisnya.
"Santos menyebutkan 11.600 tahun yang lalu terjadi letusan gunung Krakatau. Menurut penelitian geologi, tidak ada bukti Krakatau pernah meletus 11.600 tahun yang lalu," terang Awang.
Awang menegaskan, kalau Atlantis tidak berada di Indonesia."Sangat diragukan Indonesia adalah benua Atlantis. Atlantis yang paling mungkin adalah kebudayaan tengah, kebudayaan Minoa karena pernah ada gunung meletus yang besar," tutupnya.
(ddt/mad)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini