Namun Pihak KBRI Abu Dhabi menjelaskan bahwa adik Ziad, Firza Salim Zimah, telah melepaskan status sebagai warga negara Indonesia, setelah menikah dengan Saleh Amir Al Katiry dan menjadi warga negara Emirat.
"Dalam hal keduanya telah menjadi WNA, KBRI tidak memiliki wewenang untuk mencampuri urusan rumah tangga yang bersangkutan," jelas sekretaris protokol dan kekonsuleran KBRI Abu Dhabi, Hannan Hadi, dalam rilis yang diterima detikcom, Rabu (17/2/2010).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ziad datang ke Abu Dhabi atas permintaan dan sponsor Saleh, suami adiknya itu, untuk membantu mendamaikan permasalahan rumah tangga yang mereka hadapi. Harapan Saleh pun tidak terpenuhi dan permasalahan berakhir dengan perceraian.
"Setelah perceraian Saleh menuntut mantan istrinya Firza atas sejumlah uang yang menurut pengakuannya pernah diberikan kepada mantan istrinya tersebut. Dalam kasus ini Ziad dilibatkan oleh Saleh karena pernah dimintakan bantuan untuk mentransfer uang tersebut kepada partner bisnisnya di Indonesia," terang Hannan.
Kasus yang kemudian didaftarkan di Pengadilan Abu Dhabi pada bulan Agustus 2002 ini, menyebabkan Ziad masuk ke dalam daftar cekal imigrasi PEA.
Keputusan akhir (banding) dari kasus ini baru diperoleh pada bulan Agustus 2009, yang menyatakan Ziad bebas dari tuntutan apa pun, dan tuntutan hanya dijatuhkan kepada Sdr Firza untuk mengembalikan sejumlah uang yang diminta.
Namun selang beberapa tahun sejak kasus ini diajukan pada tahun 2002, Firza kembali ke Indonesia dengan menggunakan paspor Emirat, meninggalkan empat orang anaknya yang masih kecil. KBRI tidak memiliki informasi mengenai proses naturalisasi Firza kembali menjadi WNI, apakah sudah sesuai dengan UU yang berlaku di Indonesia atau diperoleh dengan cara lain. Disebabkan karena Firza tidak lagi berada di Emirat, maka Mr. Saleh menahan Ziyad sebagai jaminan sampai tuntutan pengadilan terhadap Firza dipenuhi.
"Untuk itu, Saleh kembali mengajukan kasus ke polisi terhadap Sdr Ziad atas tuduhan pemalsuan dokumen, pada bulan Maret 2009." terangnya.
Dalam memberikan bantuan hukum terhadap WNI, KBRI tidak bisa mencampuri proses hukum yang berjalan, karena sesuai dengan Konvensi Wina 1961 setiap perwakilan asing di manapun harus menghormati undang-undang dan peraturan pemerintah setempat. Upaya yang bisa dilakukan KBRI dalam hal ini adalah pendampingan dalam persidangan dan bantuan pengacara apabila diperlukan.
Pernyataan bahwa KBRI tidak mau memberikan dan memperpanjang paspor Sdr. Ziad adalah tidak benar. KBRI sama sekali tidak pernah menahan atau menyimpan paspor yang bersangkutan, dan telah memberikan perpanjangan masa berlaku paspor sebanyak dua kali, terakhir tanggal 23 Desember 2009 (diperpanjang sampai 23 Desember 2010).
"Selama ini paspor disimpan oleh Ziad," tegasnya.
Mengingat permasalahan ini adalah murni masalah keluarga, maka KBRI pun melihat bahwa penyelesaian yang paling efektif adalah dengan cara kekeluargaan. Untuk itu, dengan susah payah KBRI berusaha meyakinkan Ziad untuk mau berdialog. Titik terang terlihat setelah pihak keluarga Saleh mau berkompromi dengan beberapa kesepakatan yang akhirnya disetujui kedua pihak.
Kesepakatan keluarga tersebut diperoleh melalui mediator dari pihak keluarga Ziad yang sengaja datang ke Abu Dhabi.
Segera setelah kesepakatan-kesepakatan yang diminta oleh pihak keluarga SA dibawa dan dilengkapi melalui mediator keluarga Ziad, pengurusan pencabutan kasus hukum dan cekal Ziad langsung dilakukan oleh KBRI yang didampingi pula oleh mediator dari pihak keluarga Ziad dan wakil keluarga Saleh. Meskipun dari pihak penggugat secara nyata telah mencabut semua gugatannya terhadap Ziad, namun proses pencabutan kasus di polisi, jaksa, pengadilan, dan imigrasi memakan waktu 14 hari.
"Selama proses tersebut hingga kepulangan di Bandara Abu Dhabi didampingi oleh staf KBRI," pungkasnya.
(rdf/her)