Jika Tak Lulus UAN, Saya Cemas Anak Saya Lari ke Obat-obatan
Selasa, 20 Apr 2004 12:45 WIB
Jakarta - Ujian Akhir Nasional (UAN) menjadi penyebab stres murid dan walinya. Wali murid mencemaskan anaknya akan emosi jika ternyata gagal dalam UAN. Buntutnya, justru lari ke hal-hal negatif.John Pata mengaku anaknya adalah siswa kelas 3 sebuah SMA Katolik di Makassar. Sedangkan John maupun istrinya tinggal di Papua. "Yang menjadi kekawatiran saya, bila anak tersebut tidak lulus, maka apa yang akan dikerjakannya hanya dengan modal ijasah SMP, dan apakah anak tersebut tidak frustrasi, akhirnya pelariannya ke hal-hal yang negatif, misalnya obat-obatan?" keluh John pada detikcom, Selasa (20/4/2004) menanggapi UAN yang digelar Mei mendatang.Dampak emosi itu, tanya John, apakah sudah dipikirkan oleh pemerintah dan pakar pendidikan. "Saat ini sarjana saja cukup banyak yang menganggur, bagaimana kalau yang tidak punya pendidikan?" tanya John."Saya selaku orangtua dari anak tersebut sangat tidak setuju dengan ketiga mata pelajaran tersebut yang nilai kelulusannya harus 4.01. Saya lebih setuju bila ulangan umum diserahkan ke setiap sekolah untuk melaksanakannya," demikian keluh kesah John Pata.Sementara, Priyo Basuki mengaku mempunyai 2 anak perempuan, salah satunya kelas 3 SLPTN II Bekasi. Pegawai Telkom ini menilai, nilai kelulusan alias passing grade dari 3.01 menjadi 4.01, perlu ditinjau ulang."Banyak yang tidak lulus dengan passing grade 3.01, kenapa dinaikkan menjadi 4.01 tahun ini? Mustinya diadakan evaluasi terlebih dahulu, kenapa di 3.01 saja banyak yang tidak lulus. Lalu diimplementasikan selama beberapa tahun. Setelah ada kemajuan, barulah dinaikkan," urainya.Menurutnya, passing grade 4.01 masih terlalu tinggi. "Masih banyak anak belum siap, bahkan untuk yang kemampuan intelegensianya menengah ke atas. Prinsipnya, saya tidak setuju dengan passing grade 4.01 untuk kelulusan tahun ini," tandasnya.StresSedangkan Rosdah L. Tarigan mengaku bahwa putri pertamanya saat ini duduk di kelas 3 SMU Harapan Medan jurusan IPA. "Semenjak ketentuan kelulusan untuk 3 mata pelajaran UAN yaitu Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan Matematika yaitu 4.01, anak saya sudah mulai kelihatan stres," cerita Rosdah."Hari-harinya jadi penuh dengan kursus, pulang sekolah selama 3 hari langsung mengikuti kursus di lembaga kursus di luar sekolah dan pulangnya pukul 18.30 WIB. Lalu 3 hari lainnya mengikuti kursus di sekolah, dimulai pulang sekolah sampai pukul 4 sore," sambung Rosdah.Hal itu membuat Rosdah ikut stres dan mengusulkan juga supaya pulang sekolah hari Sabtu pukul 17.30 WIB sang anak mengambil les Matematika. "Sebenarnya saya kasihan sekali melihat kondisinya. Kelihatan sehari-hari jadi lesu sekali," keluh Rosda."Kadang-kadang saya berpikir, daripada dia sakit biarlah tidak usah lulus atau mudah-mudahan ada keajaiban yaitu keluar peraturan baru yang membatalkan peraturan yang berlaku sekarang. Tapi kalau saya menempatkan diri seperti putri saya, saya yakin dia tidak akan rela kalau tidak lulus dan bahkan bila tidak lulus akan tambah stres karena dia sudah berencana dengan teman-temannya ingin melanjutkan kuliah, ingin menjadi psikolog," urai Rosdah.Rosdah mengaku bingung dengan kebijakan pemerintah soal UAN. "Seakan-akan ingin membuat kelinci percobaan tanpa memikirkan kondisi yang tidak sama di suatu negera/daerah. Bagaimana caranya untuk mengubah peraturan tersebut? Kalau jalan resmi pasti tidak akan berhasil karena waktu sudah sangata mendesak. Apakah perlu dipergunakan cara-cara yang dipakai di Kampar untuk menjatuhkan Bupati?" demikian keresahan Rosdah dan Rosdah-Rosdah lainnya.Punya keluh kesah senada? Suarakan ke redaksi@staff.detik.com.
(nrl/)