harus berhadapan dengan polisi. Saat ini, kasusnya masih berjalan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun detikcom, peristiwa itu berawal isu pembongkaran makam Emi, anak Wachdarisman, warga Desa Kedawung, Kebumen, pada Kamis, 10 Oktober 2009 malam. Tiga jurnalis (dua dari Radar Bayumas dan seorang dari Suara Merdeka) datang ke lokasi untuk mengkroscek isu tersebut. Di lokasi, warga berkumpul, karena mendengar isu yang sama.
Merasa infonya kurang lengkap, ketiga jurnalis itu meluncur ke Polsek Pejagoan. Petugas jaga di kepolisian mengaku tak ada rencana pembongkaran makam.
Jurnalis Radar Banyumas Chuby Tamansari tertarik menindaklanjuti isu tersebut. Pada 10 Oktober 2009, dia menurunkan laporan, "Isu Mayat Hidup Gegerkan Kedawung". Laporan itu jadi headline di Radar Kebumen (halaman lokal Radar Bayumas).
Keluarga Wachdarisman tak terima dengan pemberitaan itu dan melaporkannya ke polisi. Tiga jurnalis Radar Bayumas, Chuby Tamansari, Fuad Hasyim, dan Cahyo Kuncoro pun dipanggil. Pemimpin Redaksi koran tersebut, Upik Warnida Laili, juga diperiksa, awal Januari lalu.
Pada 8 Januari 2010, polisi menetapkan Upik sebagai tersangka pencemaran nama baik. Ia dianggap paling bertanggung jawab atas pemberitaan itu dan dijerat dengan pasal 310 KUHP.
Kuasa hukum Upik, Sarjono mengatakan, sebagai warga negara yang baik, pihaknya akan mengikuti proses hukum yang tengah berjalan. "Meski dasar hukum untuk menjerat klien saya tidak kuat, ya diikuti saja," katanya melalui ponsel, Minggu (17/1/2010).
(try/anw)











































