"Saat kami melakukan penyisiran di tempat kejadian, kami menemukan selongsong peluru karet dan peluru tajam, termasuk peluru tajam," ujar direktur LBH Palembang Eti Gustina saat jumpa pers di kantornya, Jalan Bidar Blok B, Kampus, Palembang, Sabtu (5/12/2009).
"Dari bukti ini, jelas sekali penembakan bukan upaya pencegahan tapi sebuah tindak kekerasan," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenai biaya pengobatan, koalisi itu berharap para petani tidak meminta atau menerima sumbangan dari Polri maupun pihak perusahaan.
"Kita akan membantu mereka biaya pengobatan, gratis. Biaya ini hasil sumbangan kita bersama," kata Eti.
Selain menuntut persoalan tindak pidana itu, Eti menjelaskan pihaknya juga akan memperjuangkan persoalan sengketa lahan antara petani dengan PT PN VII Cinta Manis.
Awal kerusuhan, Jumat (04/12/2009) pagi, pondok yang didirikan masyarakat di perkebunan yang sudah ditanami tebu oleh PT PN VII dirobohkan karyawan perusahaan tersebut bersama sejumlah anggota Brimob. Begitu juga sekitar 200 patok tanah yang dipasang petani hilang.
Atas dasar itu, warga menjadi marah. Mereka pun beramai-ramai mendatangi lokasi, dan memang membawa senjata tajam. Kedatangan warga itu langsung disambut dengan terjangan peluru. Selanjutnya warga yang lain marah, ratusan warga itu datang ke lokasi dan merusak infrastruktur yang dipunyai PT PN VII.
Sementara itu, pihak Kepolisian Daerah Sumatra Selatan membantah adanya peluru tajam, seperti juga yang diakui korban bernama Muklis yang dua jarinya putus dan dioperasi kembali karena terkena peluru tajam.
"Itu tidak benar. Tidak ada peluru tajam. Kita menggunakan karet dan peluru kosong. Dapat saja mereka mengalami luka seperti itu kalau jarak terlalu dekat, terkena peluru karet," kata Kepala Humas Polda Sumsel Kombes Abdul Gofur.
Dijelaskan Gofur, peluru karet yang dilepaskan anggota Brimob sebanyak 12 peluru.
(tw/mok)