Bagi Sabar Klowor, demikian dia akrab dipanggil, di usia masih remaja dia telah kehilangan kaki kanannya hingga batas pangkal paha. Kakinya itu diamputasi akibat terlindas kereta api. Sejak itu Sabar harus bergantung pada tongkat penyangga untuk pengganti kaki kanannya.
Namun dia tidak ingin menggantungkan nasib dan harapan kepada orang lain. Dia bekerja, apapun yang bisa dikerjakannya. Apalagi sekarang dia harus menghidupi istri dan seorang anaknya.
Urusan panjat memanjat, bagi lelaki 41 tahun tersebut, memang bukan hal baru. Sejak muda dia mengakrabinya. Maklum, rumahnya di Gendingan, Jebres, bersebelahan dengan kampus UNS Solo, sehingga dia akrab dengan para mahasiswa penghobi panjat dinding. Tahun ini dia bahkan memenangi juara pertama lomba panjat dinding untuk kaum difabel di Asian Championship di Korea.
Tekadnya memanjat gedung Solo Paragon adalah dalam rangka memperingati Hari Internasional Penyandang Catat. Dia ingin menunjukkan bahwa, penyandang cacat mampu berprestasi tak ubahnya orang yang terlahir dengan anggota tubuh sempurna.
"Setiap saat kita selalu didatangi masalah, tapi smua masalah pasti dapat diatasi. Kita tidak akan lagi didatangi masalah setelah mati. Padahal kita masih hidup. Sepenuhnya kita sadar bahwa masih hidup," karta Sabar
Dengan tekad itulah dia memajat gedung Solo Paragon. Sesampai di puncak gedung, dia membentangkan spanduk ukuran besar bertuliskan 'Difabel Memberi Bukti'. Sabar lalu turun dengan senyum mengembang. Senyumnya seolah menyiratkan pesan, tak baik berputus asa meski dalam kondisi apapun.
(mbr/djo)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini