Jakarta - Manifesto Politik Mahasiswa Indonesia (MPMI) meminta pelaksanaan pemungutan suara pada Pemilu 2004 diundur atau ditunda. Bila dipaksakan tanggal 5 April dan tak serentak dikhawwatirkan menimbulkan risiko yang berbahaya dan dimanfaatkan "tangan setan" demokrasi.Demikian pernyataan sikap MPMI dalam jumpa persnya di kantor PP Muhammadiyah, Jl. Menteng Raya, Jakarta Pusat, Jumat (2/4/2004).Manifesto ini diprakarsai oleh delapan organisasi kemahasiswaan, yaitu Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan Himpunan Mahasiswa Budhhis Indonesia (HUKMAHBUDHI).Sikap MPMI ini secara tegas mengatakan, KPU telah gagal dalam kinerjanya dan melanggar UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilui pasal 43 (1) dan pasal 45 (3). KPU harus menjelaskan secara transparan, jujur dan tidak angkuh serta legowo kepada publik tentang kinerjanya yang buruk dan minta maaf.Selain itu, pemerintah juga didesak segera membuat payung hukum demi pemungutan suara pemilu dan menjaga pemilu tak cacat hukum apabila ditunda atau diundur sesuai pasal 911 UU No. 12 tahun 2003. Namun menurut manifes tersebut, jika payung hukum dikeluarkan harus melibatkan juga 24 partai politik peserta pemilu.Menurut Ketua PB-PMII A. Malik Haramain, keruwetan persoalan KPU dan distribusi logistik yang bisa mengacaukan proses tahapan pemilu, jalan tengahnya adalah lebih baik pemilu ditunda. Lebih baik pemilu ditunda tapi serentak dilakukan, daripada tetap tanggal 5 April tapi tidak serentak tapi membahayakan bangsa."Karena dikhawatirkan akan berdampak politis yang lebih berbahaya. Menurutkami, walau pemungutan suara pemilu sama-sama melanggar hukum baik ditundatapi serentak atau tanggal 5 April tak serentak, makanya jalan tengahditunda tapi konsekuensi politisnya lebih kecil. Nah, masalah waktu penundaandiserahkan sepenuhnya kepada KPU sendiri," jelasnya.Ditanya apakah akan melakukan pemboikotan bila pemerintah dan KPU tetapmemutuskan pelaksanaan pemungutan suara pemilu tanggal 5 April, Haramain menegaskan, tidak ada alternatif lain selain pemilu harus tetapdilakukan."Walau pemilu dipaksakan tanggal 5 April, kami walaupun golput tidak akan memboikot pemilu, biarkan masyarakat yang menilai. Tapi kita akan melakukan
class action dan meminta pihak Polri untuk melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap KPU atas keruwetan yang ada saat ini, karena KPU telah melanggar hukum dan membuat kebohongan publik," jelas Haramain.Sementara mengenai kekhawatiran dimanfaatkannya situasi bila pemilu tak serentak, menurut kalkulasi politik Ketua DPP IMM Ahmad Rofiq, 24 parpol peserta pemilu sangat optimis memenangkan pemilu. Bila tidak serentak dandi beberapa daerah beberapa parpol tak puas, justru akan membuat keributan-keributan yang akan merusak proses demokrasi.Hal serupa juga diutarakan masing-masing pimpinan organisasi kemahasiswaan lainnya. Namun yang jelas menurut mereka, KPU telah mengangkangi hak pilih masyarakat yang tidak memperoleh kartu pemilih dan tak terdaftar. Kalau proses Pemilu 1999 juga pernah ada pemilu lanjutan, tapi kondisi saat ini beda sebabkondisi dilapangan memang benar-benar tidak siap, baik TPS dan logistiknya.Bahkan menurut mereka, sejumlah KPU daerah seperti Papua, Maluku, Maluku Utara dan NAD pesimis pemilu serentak. Pasalnya, selain logistik belum sampai, persoalannya juga soal lokasi TPS yang aman. Menurut mereka sudah kepalang tanggung, pilihan-pilihan yang ada memang ama-sama melanggar UU. Jadi membuat penundaan lewat perpu tersebut. Ketimbang KPU melakukan kesalahan dan pelanggaran komulatif kembali.
(asy/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini