Organisasi Teroris Ibarat Topeng, Bisa Dipakai Siapa Saja

Organisasi Teroris Ibarat Topeng, Bisa Dipakai Siapa Saja

- detikNews
Selasa, 13 Okt 2009 15:37 WIB
Jakarta - Organisasi yang dicap teroris seperti Jamaah Islamiyah dan Al Qaeda ibarat
topeng. Organisasi itu bisa dipakai siapa saja yang ingin mencapai tujuannya.

"Jamaah Islamiyah ibarat topeng, bisa dipakai siapa saja. Bisa dipakai orang
Islam untuk daulah Islamiyah (mendirikan negara Islam), mungkin saja dipakai Amerika dan negara besar lainnya," jelas pemerhati terorisme yang juga penulis buku 'Terorisme' Kolonel TNI AU Adjie Suradji.

Hal itu disampaikan dia saat bedah buku 'Terorisme' di Gedung Setwapres,
Kompleks Istana Wapres, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (13/10/2009).

Menurutnya, banyak negara-negara besar yang mempunyai kepentingan di Indonesia yang bisa mensponsori kegiatan terorisme, biasanya karena motif ekonomi, seperti Amerika Serikat, Australia, Inggris, para negara Timur Tengah, dan negara Eropa. Mereka bergerak melalui gerakan intelijen.

"Teroris jelas punya intelijen. Tidak bisa dipisahkan. Di Indonesia ini tempat berkumpul para intelijen dari luar, KGB, CIA, Mossad. Semua perang di sini, makan di sini," kata pria yang masih aktif sebagai Staf Operasi Mabes TNI AU itu.

Apalagi, teroris sekarang ini adalah lahan yang bisa diperdagangkan dan meraup keuntungan. "Sekarang teroris itu sudah untuk diperdagangkan, sudah untuk mengejar materi. Apakah Anda tidak pernah berpikir bahwa security akan menjadi bidang yang paling menguntungkan?" jelasnya sambil menganalogikan pendemo bayaran yang marak di Indonesia.

Sedang di Indonesia, motif terorisme yang bisa memakai kelompok-kelompok yang dicap teroris itu, menurut Adjie, ada 2, teroris ideologi yang bisa berkaitan dengan agama dan politik serta terorisme kriminal yang berkaitan dengan narkotik, korupsi, perdagangan dan kriminal murni.

Ideologi, dalam kasus di Indonesia, berkaitan dengan agama karena betul-betul untuk mendirikan negara Islam di Indonesia. Apalagi Indonesia terletak di kawasan segitiga konflik pemberontakan militan Islam di Filipina dan Thailand Selatan. Sedangkan kriminal, kalau ada unsur yang menunggangi atau mensponsori kelompok teroris itu dari negara-negara besar.

"Teroris yang didukung Noordin M Top dan Azahari itu bisa dikatakan (bermotif) ideologi berkendaraan agama, bisa juga kriminal," kata dia.

Di Indonesia sendiri, Adjie percaya bahwa master mind terorisme di Indonesia
adalah Dr Azahari dan bukan Noordin M Top. Karena latar belakang pendidikan Azahari adalah doktor dari suatu perguruan tinggi bergengsi di Inggris dibanding dengan latar belakang pendidikan Noordin M Top.

"Dilihat dari frekuensinya, Azahari dari tahun 2000-2005 sudah 28 tempat
(dibom). Noordin dari tahun 2005 sampai sekarang hanya sekali langsung ketangkep. Noordin itu kader aja belum, baru pendukung aktif. Justru saya lebih menyoroti Azahari karena mastermind-nya dia. Selain latar belakang pengalaman juga latar belakang akademis," jelas pria berkumis ini.

Dengan matinya kedua gembong teroris itu, Adjie mengatakan teroris masih tetap ada di Indonesia. "Kita pakai falsafah teroris, selama manusia mempunyai kepentingan itu (teroris) masih ada. Orangnya mati bukan berarti ideologinya ikut mati," tutur dia.

Adjie juga mengingatkan cara-cara teroris sekarang semakin canggih seiring
dengan perkembangan teknologi. Salah satunya adalah cara perekrutan.

"Sekarang rekrutmen sudah pakai internet. Di Indonesia, rekrutmen masih tradisional, primitif, hanya dengan ideologi dan orangnya mesti melarat,
pas-pasan dengan latar belakang pendidikan yang tidak begitu bagus. Tapi tidak menutup kemungkinan (melalui internet)," jelasnya.

Untuk menangani terorisme, imbuh Adjie, selain memberantas korupsi yang
menyebabkan kemiskinan itu, diperlukan juga kontra dengan ideologi lain. Tidak hanya perlawanan senjata tapi juga soft power.

"Ideologi diobati dengan ideologi. Di Indonesia ini ada ideologi dari NU atau Muhammadiyah. Kenapa itu tidak dimanfaatkan?" jelasnya.
(nwk/anw)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads