Clara yang kini berusia sekitar 45 tahun mengaku berhasil mencapai puncak gunung tertinggi di dunia, 8.848 mdpl, itu pada April 1996. Namun, dia tidak memiliki foto atau dokumentasi saat berada di puncak gunung yang jadi dambaan banyak pendaki itu.
Kisah kontroversi ini sudah menyebar luas, termasuk di media-media internet. Dan kisah ini mengemuka kembali setelah muncul pemberitaan Clara Sumarwati yang dirawat di RSJ.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang diperlukan bagi pendaki adalah kejujuran. Meski begitu, saya pribadi sangat bangga terjadap Ibu Clara karena beliau adalah perempuan yang berani mendaki Everest, terlepas beliau sampai puncak atau tidak," ujar Asmujiono, kini berusia 39 tahun, saat berbincang-bincang dengan detikcom, Selasa (13/10/2009).
Asmujiono menyampaikan sebuah cerita mengapa klaim Clara bisa mencapai puncak Everest diragukan. Suatu saat pada tahun 1997, Tim Kopassus bersama Wanadri, Mapala UI, Rakata, RCTI, dan beberapa kelompok pecinta alam lainnyaย tengah bersiap untuk melakukan ekspedisi Everest. Agar misi itu sukses, segala persiapan dilakukan, termasuk tim meminta kepada Clara berbagi sukses mencapai puncak Everest.
"Namun, meski kami meminta berkali-kali, Ibu Clara tidak pernah mau datang. Kami tidak tahu mengapa Ibu Clara tidak mau menghadiri undangan itu. Padahal Ibu Clara salah satu yang kami andalkan, agar kami juga bisa sukses mendaki puncak Everest," ujar Asmujiono.
Akhirnya tim diberangkatkan, meski gagal menghadirkan Clara saat persiapannya. Asmujiono yang saat itu berumur 25 tahun menjadi salah satu anggota tim.
"Akhirnya, tim kami berangkat ke sana untuk mendaki puncak Everest, sekaligus menelusuri klaim Ibu Clara apakah benar menjadi orang Indonesia pertama yang berhasil mendaki puncak Everest. Kami menelusuri ini dengan dilatarbelakangi Ibu Clara yang tidak pernah mau berbagi kisah bagaimana bisa mencapai puncak," ujar dia.
Singkat kata, setelah mencari informasi ke berbagai pihak di Nepal, Asmujiono dan tim mendapat informasi bahwa Clara dan timnya pada 1996 memang mendaki gunung yang berada di Nepal itu. Namun, klaim Clara mencapai puncak Everest diragukan, karena tidak ada bukti.
"Penelusuran teman-teman, Clara memang mendapat sertifikat dari asosiasi pendaki Everest di Nepal. Nama dia tercatat. Namun, pemberian sertifikat itu juga mencatatkan syarat agar Ibu Clara melengkapi bukti-buktinya. Namun, kabarnya Ibu Clara tidak pernah bisa memberikan bukti itu," kata Asmujiono.
Setahu Asmujiono, ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi agar dicatat sebagai pendaki puncak Everest. Selain mencatat waktu saat di puncak, pendaki juga harus menyerahkan bukti foto dan video di puncak Everest itu. Salah satu tanda puncak Everest adalah tiang segitiga yang menandakan titik paling tinggi.
(asy/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini