Minggu (20/9/2009) pagi, Frendyansyah Rizky (9), buru-buru pulang setelah ikut salat Id di masjid yang jaraknya sekitar 1 km dari rumahnya, Desa Kapas, Kecamatan Kunjang, Kediri. Dengan dibonceng ayahnya, ia kembali ke masjid.
Frendyansyah dan ayahnya membawa nampan berisi makanan berupa nasi, sambal goreng kentang, urap, mi, dan ayam panggang. Hal serupa juga dilakukan belasan tetangganya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak ada yang tahu pasti kapan tradisi ini dimulai. "Kami hanya mengikuti kebiasaan leluhur kami," kata warga, Adi Riyanto (63) kepada detikcom.
Pensiunan PNS ini menambahkan, inti dari kenduren adalah syukuran kebersamaan. "Jadi bukan sesaji kepada apa atau siapa," imbuhnya.
Sebelum memakan 'sesaji', pengurus masjid memberi petuah dan memimpin doa. Inti petuahnya, setiap orang harus bersyukur karena bisa melewati Ramadan dengan sempurna.
Selain melahap makanannya sendiri, kadang antar warga, terjadi saling tukar makanan. Alhasil, isi nampan tak berkurang, tapi sebaliknya. Setelah kenduren, tradisi berikutnya dimulai: sungkeman (maaf memaafkan).
(try/mok)