βPendapat Djohan Hanafiah itu sangat baik. Namun, tetap saja akan ada persoalan. Hak Paten terkait juga dengan royalti yang harus dikeluarkan oleh orang atau sekelompok orang, atau perusahaan yang mengusahakan, terutama untuk tujuan dagang dan bisnis,β kata budayawan muda Palembang, Yudhy Syarofie, saat dihubungi Minggu (06/09/2009) pagi.
βDi sinilah sesungguhnya kita butuh PP, turunan dari UU tentang Folklore yang saat ini sedang digodok, hingga sampai ke Perda. Misalnya, ada aturan yang secara tegas dan jelas mengatakan bahwa karena komunitas atau lembaga adat yang dimaksud berada di Sumsel atau Indonesia bagi orang Palembang atau Sumsel yang mengusahakan pempek serta produk budaya lain yang telah dipatenkan, sehingga akan mendapat kemudahan berupa subsidi royalti bagi WNI (warga negara Indonesia),β sambung Yudhy.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantaran belum dipatenkan, dan menjadi milik umum, makanan pempek sebaiknya mengajukan hak paten atau hak cipta berdasarkan komunitas dari pengelola produk tersebut. Misalnya para pengusaha pempek di Palembang mengajukan pematenan makanan pempek tersebut.
Demikian dikatakan budayawan dan sejarawan Palembang Djohan Hanafiah, dalam sebuah perbincangan, Jumat (04/09/2009). "Bila bukan oleh komunitas pengrajin juga dapat diajukan organisasi adat, misalnya Kerukunan Keluarga Palembang (KKP) yang mengajukan hak patennya," kata Djohan.
Makanan asli Palembang yakni pempek hingga saat ini belum terdaftar di HKI. Tapi merek yang mendampingi makanan khas sudah banyak yang dipatenkan seperti Pempek Pak Raden dan Pempek Nony. Demikian dijelaskan Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Hukum Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Sumatra Selatan, Ardiansyah, kepada wartawa, pada Rabu 2 September lalu.
(tw/ape)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini