Ketika diresmikan, Sutiyoso berharap waterway dapat memenuhi kebutuhan angkutan umum alternatif yang murah dan bebas dari kemacetan. Namun harapan hanyalah tinggal harapan, yang tersisa saat ini hanya bangunan bergaya adat betawi berukuran 1x2 meter bercat hijau penuh debu dan tampak kumuh.
Dadang (37) seorang pemulung mengatakan dermaga waterway yang sudah tidak di urus sejak lama membuat semua fasilitas rusak dan tak terawat. "Udah lama dibiarin begitu doang nggak diurus. Lama-lama rusak juga," kata Dadang kepada detikcom saat ditemui di Halte Karet, Jakarta, Senin (14/7/2009).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau malem ada orang yang tidur di situ. Lihat saja banyak tiker, dus dan kasur," imbuhnya.
Pemandangan serupa juga terlihat di dermaga Halimun, Jl Sultan Agung, Jakarta Pusat. Corat-coret cat semprot yang dilakukan sekelompok orang iseng membuat dermaga tersebut terlihat makin tidak nyaman.
Uni (44) warga yang tinggal di sekitar dermaga karet bercerita saat waterway masih beroperasi, kapal-kapal sering kesulitan saat akan menyusuri sungai. Jika hujan deras, akan terjadi peningkatan air. Karena air terlalu tinggi kapal tidak bisa berjalan dengan baik.
"Kalau air terlalu rendah, kapal juga tidak dapat jalan karena dasar kapal akan mentok dengan dasar sungai," tuturnya.
Transportasi air sejauh 2 kilometer ini memilki tiga dermaga yaitu Halimun, Dukuh Atas, dan Karet. Kini transportasi air yang diharapkan bisa mengurai kemacetan di Jakarta hanya tinggal kenangan saja.
(mpr/mok)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini