Penegasan itu disampaikan Meneger PT SSL, Afrizon saat dikonfirmasi detikcom, via telepon Kamis (4/06/2009) tentang aksi bentrok yang terjadi. Dia menjelaskan, bahwa PT SSL tidak lagi menjadi anak perusahaan Raja Garuda Mas.
"Sudah empat tahun ini PT SSL diambil alih perusahaan Sumatera Dinamika UtamaΒ Group. Dulu memang PT SSL ini di bawah RGM. Ini perlu diluruskan agar tidak terjadi kekeliruan," kata Afrizon
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Warga itu datang, meminta dua rekannya dibebaskan. Padahal kedua rekannya itu ditahan pihak kepolisian karena merusak HTI kami. Mereka menutut agar keduanya dibebaskan, lantas mereka mengamuk di kantor kami," kata Afrizon.
Karena warga sudah merusak fasilitas perusahaan, cerita Afrizon, lantas pihak perusahaan menghubungi Polres Rokan Hulu (Rohul). Dari sana tim Polres tiba di lokasi perusahaan. Mengetahui kehadiran polisi, lantas warga yang merusak fasilitas kantor PT SSL, lari terbirit-birit.
"Di antara mereka ada yang lari ke dalam kanal perusahaan. Ya mungkin karena mereka tidak bisa berenang, lantas keesokan harinya ditemukan tiga orang tewas. Jadi mereka bukan mati karena dianiaya satpam, tapi karena mereka tidak bisa berenang," kata Afrizon.
Soal tudingan sebelum mati di kanal terlebih dahulu dianiaya satpam, Afrizon juga membantah. "Malah satpam dan seorang manager kami yang menjadi pelampiasan kemarahan warga saat merusak kantor dan cam kami sebelum polisi datang. Jadi itu fitnah," kata Afrizon.
Soal lahan sengketa yang diklaim warga menjadi hak ulayat, hal itu juga dibantah pihak perusahaan. Perusahaan menuding tanah seluas 1.000 hektar tersebut tidak memiliki dasar kepemilikan termasuk dasar kepemilikan hak ulayat. Lagi pula, pihak perusahaan mengatakan, bahwa HTI sifatnya hanya pinjam pakai ke negara.
"Konsesi HTI yang kita miliki itukan sifatnya pinjam pakai ke negara. Kalau memang itu tanah ulayat, tentulah pemerintah tidak mungkin mengeluarkan izin untuk kami,β kata Afrizon.
Menurutnya, selama ini warga sudah sering merusak HTI milik perusahaan. Warga biasanya melakukan penembangan serta membakar lahan konsesi. "Kami selama ini tidak bisa berbuat banyak atas ulah warga itu. Makanya kasus pengerusakan ini kita laporkan ke polisi," kata Afrizon.
(cha/djo)