"Itulah mirisnya fasilitas publik di DKI Jakarta. Tak ada perhatian dari Pemprov untuk masyarakat banyak," kata anggota Dewan Transportasi Kota (DKT) Pemprov DKI Jakarta, Harya Satyaka, saat berbincang-bincang dengan detikcom pagi ini, Kamis (28/5/2009).
Buruknya layanan publik tak hanya soal peremajaan usia bus yang sudah uzur. Tapi pemelirahaan bus-bus tersebut juga tak memadai sehingga mirip bus kota di negara dunia ketiga: kumuh, panas, tak nyaman dan tak aman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bus TransJ yang diharapkan dapat mengalihkan pengguna kendaraan pribadi pun gagal. Warga kelas menengah ke atas belum percaya pada keamanan dan kenyamanan bus kebanggan Bang Yos ini. Mereka rela memilih bermacet-macet berjam-jam di jalanan.
"Bandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Jepang, Korea atau Thailand. Pemerintah setempat sangat care, sangat peduli terhadap angkutan massal. Bentuk kepedulian itu terwujud dengan pemberian keamanan, kenyamanan dan ketepatan waktu dalam pelayanan," ujar Harya.
Akibat dari sedikitnya perhatian Pemprov DKI terhadap sarana transportasi massal, masyarakat pun mencari solusi sendiri-sendiri. Yaitu memilih mobil pribadi dan kendaraan sepeda motor yang semakin tak terbendung laju pertumbuhannya.
"Dulu, Menhub Hatta Rajasa menilai pertumbuhan kepemilikan sepeda motor sebagai indikasi pertumbuhan ekonomi meningkat. Tapi sekarang itu menjadi problem karena jalanan sudah tak menampung," pungkasnya.
(asp/nrl)