"Potensi kerugian negara yang berhasil diselamatkan dari nilai ekonomi diperkirakan Rp 230.400.000.000 dan kerusakan lingkungan yang hancur yang diakibatkan oleh jaring Trawl, yang sudah berlangsung 15 tahun," kata Direktur Tindak Pidana Tertentu (Tipiter), Brigjen Pol Boy Salamuddin dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jumat (15/5/2009).
Menurut Boy kapal-kapal penangkap ikan tersebut milik warga negara Malaysia, namun nahkoda dan anak buah kapal (ABK) adalah warga negara Indonesia (WNI). Tersangka yang sudah ditahan oleh pihak kepolisian hingga saat ini ada 38 orang, yang seluruhnya adalah WNI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Boy menambahkan, para pelaku dijerat pasal 93 ayat (1) jo pasal 27 ayat (1) Undang-undang No.31 tahun 2004 tentang Perikanan. "Ancamannya diatas 5 tahun," pungkas Boy.
Kegiatan illegal fishing ini dimulai saat kapal Malaysia berangkat dari Tawao menggunakan bendera Malaysia. Setelah memasuki perairan Indonesia kapal tersebut mengganti dengan bendera Indonesia.
Kapal-kapal tersebut melakukan pencurian ikan di perairan Indonesia 6 hari setiap kali berlayar. Mereka bisa berlayar di perairan Indonesia karena mengantongi Surat Izin Berlayar palsu.
Setelah melakukan pengkapan ikan, kapal-kapal tersebut kemudian menjual ikan dan udang di Tawao, Malaysia, tanpa melalui Tempat Pelelangan Ikan di Indonesia.
Pada 9 April 2009 polisi berhasil menagkap para pelaku di Muara Nunukan, Kalimantan Timur. Sejumlah barang bukti yang berhasil diamankan antara lain 35 unit kapal penangkap ikan, 60 jaring Trawl.
(ddt/ken)