Menikmati Musik Klasik di Wina

Laporan dari Austria

Menikmati Musik Klasik di Wina

- detikNews
Selasa, 31 Mar 2009 10:51 WIB
Wina - Banyak pelajaran penting yang dapat diambil dari menikmati musik klasik. Di Wina Austria, menyaksikan konser musik sudah bukan lagi untuk kesenangan semata, tapi sudah menjadi kebutuhan warganya.

Orang rela menyisihkan puluhan hingga ratusan Euro untuk menikmati konser musik atau opera. Mereka juga dengan ikhlas berdandan menggunakan setelan jas atau gaun untuk menunjukkan penampilan terbaiknya saat konser digelar.

Tak lain dan tak bukan, untuk menghormati salah satu tata cara bagaimana menikmati musik klasik. Musik klasik tak hanya memberi hiburan bagi penikmatnya, lebih dari itu, musik klasik telah banyak memberi ajaran karakter hidup warga di Austria.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Satu contoh penting, kedisiplinan waktu. Jika di tiket tertera waktu konser akan dimulai pukul 7 malam, itu berarti sang dirigent konser memang benar-benar mulai menggerakkan tangannya memimpin konser tepat pukul 7 malam.

Seperti yang dialami oleh detikcom saat mendapat kesempatan menyaksikan Konser Musik klasik di gedung opera Wina beberapa waktu lalu.

Semua penonton telah memasuki hall konser tepat sebelum penjaga menutup pintu hall. Tak ada ampun bagi mereka yang datang terlambat. Mau tak mau mereka harus menanti hingga separuh pertunjukan untuk bisa masuk hall.

Dengan tiket termurah seharga 6 Euro atau 90 ribu rupiah, kita hanya bisa menyaksikan konser dari kejauhan saja. Namun jangan salah, penonton untuk tiket festival ini ternyata juga cukup berjubel.

Tak berapa lama gerbang ditutup, komposisi milik Richard Wagner berjudul ‘Overture Tannhauser’ mengemuka sebagai lagu pembuka konser malam itu.

Ada banyak hal menarik saat detikcom berada di dalam kerumunan para penonton yang menikmati alunan komposisi pertama tersebut.

Suasana benar-benar hening, seakan seluruh ruangan menahan nafas untuk mendengarkan nada demi nada yang dilantunkan dari depan panggung. Seakan-akan, tidak ada gerakan tubuh yang diizinkan kecuali kebutuhan menghirup udara.

Jika gerakan dinilai mengganggu, tak segan segan antar penonton saling mengingatkan dengan tata cara yang sopan. Diakhir paruh pertunjukan, barulah tepuk tangan menandai usainya perhelatan para musisi klasik Austria itu.

Larangan membawa makanan dan minuman saat pagelaran berlangsung, membuat para penonton spontan menyerbu beberapa anjungan makanan di luar hall.

"Menonton musik orkestra tidaklah sama seperti kamu menonton film di bioskop," kata Magdalena, seorang lokal yang ikut menikmati pertunjukan malam itu.

Bahkan untuk buang air kecil pun sudah diatur waktunya, penonton tidak boleh keluar sembarangan selama pertunjukan berlangsung. Itulah sebabnya koridor toilet dipenuhi oleh antrian orang yang ingin memanfaatkan waktu selama jeda
istirahat.

5 menit sebelum waktu istirahat usai, penonton kembali tertib memasuki ruang konser. Para pemain pun bersiap dengan seluruh aneka macam instrument musik pendukung.

Meski mereka adalah para pemain musik yang kaliber dunia, tak ada satu pun dari mereka yang ingin terlihat lebih menonjol dari yang lain. Semua bermain rapi sesuai dengan porsinya. Beragam alat musik dengan keunikan yang berbeda-beda seakan berpadu dalam harmoni dipimpin komando sang konduktor.

Sebagai pungkasan, Blue Danube karya Johann Strauss pun dimainkan, kali ini tepuk tangan panjang bergema sebagai apresiasi untuk para pemain dan konduktor.

Dari pertunjukan konser selama 3 jam penuh ini, banyak souvenir berharga, yang dapat ditarik.  Pelajaran hidup tentang kedisiplinan, apresiasi terhadap karya orang lain, dan pentingnya mengorkestrasi perbedaan dalam sebuah harmoni.

Boleh jadi, lebih banyak pelajaran hidup yang sebenarnya bisa kita peroleh dengan menghayati kebudayaan tanah air kita sendiri, bukan?.

(aan/aan)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads