"Mengecam tindakan anggota tim diplomasi Indonesia karena menghalang-halangi jurnalis melakuan peliputan. Dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum sebagaimana diamanatkan oleh UU Pers No 40/1999 pasal 8," ujar Ketua AJI Jakarta Wahyu Dhyatmika dalam rilis yang diterima detikcom, Rabu (25/3/2009).
Menurut Wahyu, insiden bermula pada Jumat 20 Maret yang lalu sekitar pukul 14.30 WIB. Saat itu, dua jurnalis masing-masing Fidelis Eka (Harian JakartaGlobe) dan Veby Mega Indah (Harian Jurnal Nasional) tengah mewawancarai Jouwe di Hotel Sari Pan Pacific, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat (Jakpus).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awalnya, anak perempuan Jouwe, Nancy,Β menyambut baik kedatangan Fidelis, Veby, dan dua jurnalis asal Belanda lainnya. Namun, sebelum sesi wawancara dimulai anggota tim diplomasi bernama Nicolai Meset menghardik kedua wartawan Indonesia itu. Menurutnya, wawancara hanya diberikan bagi media Belanda.
"You bloody Idiot," kata Wahyu menirukan Meset.
"Kenapa? Ini negara demokrasi. Seharusnya mereka boleh meliputnya," tanya anak laki-laki Jouwe, Nicholas Jouwe, kepada Meset.
Merasa tidak dihargai, Meset pun berlalu pergi. Namun, ketika wawancara baru berlangsung sesaat, Meset kembali bersama anggota tim diplomasi lainnya, Fabiola Ohei, yang langsung mendekat ke arah Veby dan mengeluarkan bentakan.
"Adik tidak menghargai kami, ya? Kami sudah beri waktu konferensi pers dengan Bapak Jouwe, tapi kenapa sekarang masih datang-datang lagi kemari untuk wawancara," kata Ohei.
Mendengar ucapan Ohei tersebut, imbuh Wahyu, Jouwe terdiam membisu. Fidelis mendapat bentakan lagi dari Meset.
"Kami juga mengingatkan pejabat publik untuk tidak membatasi akses informasi sesuai UU No 40/1999, terutama pasal 4 ayat (3) bahwa 'Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyampaikan gagasan, dan informasi,'" pungkas Wahyu.
(irw/anw)