Ogoh-ogoh diarak pada malam pengerupukan, Rabu (25/3/2009) di setiap desa di Bali. Usai diarak, ogoh-ogoh berwujud raksasa kemudian dipralina (dimusnahkan dengan cara di bakar).
Ritual pengerupukan merupakan proses upacara menetralisir dari bhuta kala atau hawa jahat. Pawai ogoh-ogoh tampak meriah di kawasan wisata Kuta. Ogoh-ogoh dalam berbagai bentuk berukuran besar diarak mengeliling jalan di kawasan Kuta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelarangan ini untuk mencegah terjadinya konflik saat pawai merembet ke ranah politik. Meskipun dilarang, seorang peserta pawai, Ketut Artawan mengatakan ogoh-ogoh tetap digelar karena telah berlangsung bertahun-tahun. Sebelum pawai ogoh-ogoh, umat Hindu menggelar ritual Tawur Agung Kesanga yang dipusatkan di setiap perempatan desa.
Pada upacara ini, warga mendapatkan air suci (tirta) untuk dipercikan di rumah-masing-masing. Sementara itu, warga Denpasar tampak memborong makanan di swalayan dan pertokoan. Mereka mencari makanan yang dinikamti pada saat Nyepi, Kamis esok.
(gds/irw)