Hal itu disampaikan peneliti post-doctoral pada Delft University of Technology Dr. Ir. Gea Oswah Fatah Parikesit dalam Kolokium PPI Delft (Kopi Delft) Edisi ke-4 di gedung Fakultas Mechanical Maritime & Material Engineering (3mE), Jumat 6/2/2009.
"Perangkat mikrofluida dapat digunakan sebagai media untuk mendiagnosis penyakit. Ini adalah salah satu cara diagnosa, yang hasilnya bisa diperoleh dengan cepat dan dengan media analisa yang mudah tersebar secara luas," papar Gea, seperti disampaikan Dira Bungawardani dan Yugi Sukriana kepada detikcom hari ini. Detikcom berhalangan karena ada kunjungan Wapres ke Belgia dan Belanda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Gea memaparkan bahwa aplikasi sistem ini dapat juga diterapkan dalam kasus wabah penyebaran virus flu burung di Indonesia.
Hingga 2008, Indonesia masih menjadi salah satu negara endemik flu burung, hal ini disebabkan oleh lemahnya tindakan preventif serta lambatnya pengambilan tindakan apabila suatu daerah sudah positif terserang flu burung.
Menurut Gea, diagnosis terhadap virus flu burung harus dilakukan secara spesifik dan dalam tempo relatif singkat, agar dapat dipersiapkan tidakan selanjutnya.
"Mikrofluida merupakan salah satu alternatif pilihan dalam membantu proses diagnosis tersebut, serta menganalisis ada atau tidak adanya penyakit flu burung pada tahap awal," tandas Gea.
Temukan Sendiri
Dalam diskusi terungkap bahwa tantangan yang mungkin muncul adalah bagaimana supaya teknik-teknik diagnosis cepat semacam ini bisa ditemukan sendiri oleh bangsa kita, mengingat kitalah yang akrab dengan masalah-masalah kesehatan di negara kita dan sudah seharusnya kita pula yang menemukan solusinya secara kreatif.
"Selama masih terikat dengan paten dari negara lain, sulit untuk mengatakan kita sudah independen dalam mengelola sistem kesehatan kita," ujar Gea.
Untuk mengatasi masalah paten tersebut forum Kopi Delft mengarah kepada upaya untuk mengerti tentang proses pembuatan serta struktur model, sehingga produk baru dapat ditemukan tanpa melanggar produk yang sudah memiliki paten.
Implementasi
Gea mengingatkan, bahwa tantangan terbesar terletak pada implementasi perangkat ini di lapangan, terutama dari aspek sosial, budaya, dan ekonomi. Karena dalam teknologi ini seolah fungsi diagnosa yang umumnya dilakukan oleh dokter diwakili oleh sebuah perangkat mikrofluida.
"Sehingga sangat mungkin untuk disalahpahami sebagian masyarakat bahwa peralatanlah yang memvonis penyakit seseorang," demikian Gea.
Selain itu, lanjutnya, tenaga medis dalam jumlah cukup banyak juga sangat dibutuhkan, untuk memenuhi kebutuhan daya jangkau diagnosis yang seluas kepulauan Indonesia. Di samping juga karena alat tersebut berhenti hanya pada tahap diagnosis, namun langkah penyembuhan selanjutnya sangat tergantung dari ketersediaan tenaga kesehatan di lapangan.
Kopi Delft merupakan kolokium rutin para ilmuwan, praktisi dan mahasiswa Indonesia di Delft dari berbagai latarbelakang untuk mendiskusikan berbagai hal secara terjadwal sebagai sumbangsih kepada tanah air. (es/es)