"Kapal itu tidak masuk kategori kelas dan diganti motornya. Semuanya tidak salah bila melalui prosedur dan mekanisme yang dijalani dengan baik dan harus segera dilaporkan," ujar Dirjen Perhubungan Laut Dephub Sunaryo.
Hal tersebut disampaikan Sunaryo dalam jumpa pers tentang evaluasi tenggelamnya KM Teratai Prima, di Gedung Departemen Perhubungan (Dephub), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (23/1/2009).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk masuk kelas ada prosesnya. Berarti kapal belum dikelaskan. Bisa diklasifikasikan kapal nonkelas," ujar Erwin.
Namun, bukan berarti kapal tidak boleh berlayar. Kapal boleh berlayar jika memenuhi syarat-syarat tertentu. "Boleh berlayar dan beroperasi asal tiap 11 bulan sekali naik dok," imbuh dia.
Dok kapal terakhir tercatat pada 1 Maret 2008, dan berlaku hingga 28 Maret 2009. Berarti, imbuh dia, kapal masih memenuhi syarat untuk berlayar. Namun, Ditjen Hubla akan meneliti apakah kapal tersebut tidak mendapatkan klasifikasi dari BKI karena tidak memenuhi syarat, kelalaian atau karena kesengajaan.
Sedangkan Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Ditjen Perhubungan Laut Departemen Perhubungan (Dephub) Djoni A Algamar mengatakan mesin kapal diganti sejak 31 Maret 2008.
"Pergantian mesin induk 2x550 PK (Tenaga Kuda), Nissan dari sebelumnya 1500 PK," ujar Djoni.
Dan kapasitas penumpang kapal itu adalah 289 atau 300 orang, bukan 500. Ketika ditanya apakah kapal itu mesinnya diganti dengan mesin mobil, Djoni mengatakan, "Tidak diketahui,".
Ditjen Hubla juga akan menyelidiki apakah penggantian mesin yang lebih kecil spesifikasinya berkontribusi pada kecelakaan kapal. Kapal yang dibangun tahun 1999 itu dimiliki pertama kali oleh PT Bunga Teratai Prima. Kemudian dialihkan kepada PT Batari Mulya, dengan nama pemilik Muhammadong. (nwk/irw)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini