"Yang pertama yang menerima keberadaan Kompolnas. Kedua, yang menolak atau tidak mau menerima kita. Ketiga yang tergantung pemimpinnya," ujar komisioner Komisi Kepolisian Nasional A Pandu Praja ketika mengkategorikan 3 jenis polisi.
Pandu menyampaikan hal itu dalam diskusi tentang 'Eksistensi Komisi-komisi Negara dalam Proses Transisi di Indonesia' di Hotel Millennium, Jl Fachrudin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (22/1/2009).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setidaknya, menurut Pandu, sikap reformis itu tercermin ketikaย dirinya sebagai komisioner Kompolnas datang ke suatu markas kepolisian. Yang reformis, maka polisi di tempat itu sangat welcome, bahkan persidangan profesi pun terbuka bagi si pelapor.
"Surat-surat kita juga dijawab dengan baik. Kalau tidak reformis sebaliknya. Mereka mengatakan selalu ada rapat kalau kita datang, surat-surat kita juga tidak dijawab dengan baik," imbuhnya.
Karena sikap yang tidak reformis itu, maka Pandu mengungkapkan, selama tahun 2008, hanya ada 10 laporan keluhan masyarakat yang terbukti. Padahal Kompolnas menerima 1.072 keluhan mengenai kelakuan polisi.
"Kalau itu (laporan) dikaitkan dengan laporan TII (Transparency International Indonesia) kan ketemu itu," ujar dia.
Pandu juga mengungkapkan keprihatinannya mengenai laporan yang dirilis TII bahwa di tubuh Mabes Polri sering terjadi suap menyuap.
"Apalagi sebagian besar menyangkut kinerja reserse. Padahal pada Februari 2008, Polri baru melaunching tentang pengawasan penyidik," imbuh pria berkaca mata ini.
Kompolnas, ujarnya, akan mengirim surat untuk mempertanyakan sejauh mana efektivitas program pengawasan penyidik ini. Pihaknya juga akan bertemu dengan Kapolri, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) dan dan Ditpropam.
"Kita akan meminta supaya proses (pengawasan) itu lebih transparan agar masyarakat bisa menilai langsung. Kalau sekarang kurang transparan," tuturnya. (nwk/sho)