Percetakan iu bernama Lokantara, terletak di Kampung Bali, dekat Tanah Abang, Jakarta Pusat. Percetakan ini beroperasi 1958-1970.
Saat jaya, percetakan itu banyak menerima order dari G-5 KOTI. Dokumen penting seperti keputusan Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub), pidato Soekarno maupun pidato pertama Soeharto saat menjabat presiden, juga dicetak di situ.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kala itu, Salim mendapat tugas dari Ketua G-5 KOTI Letkol Sutjipto menggandakan pidato itu menjadi 100 eksemplar agar bisa dibagikan kepada seluruh menteri di kabinet Soekarno.
"Tapi oleh ayah saya digandakan jadi 101. 1 Disimpan untuk arsip," jelas anak ketiga almarhum Salim, Ubaydillah Thalib, dalam perbincangan dengan detikcom di Tangerang, Kamis (4/12/2008).
Naskah yang dibuat arsip itu hingga kini masih tersimpan rapi. "Teks tersebut disimpan oleh ayah saya selama hampir 42 tahun," ujar Ubay yang kini aktif sebagai Ketua Dewan Pengurus Pusat Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan ini.
Pidato yang terkenal itu memang telah menjadi catatan sejarah. Beberapa buku sejarah nasional mengutip pidato itu. Jika ingat naskah pidato itu, Ubay selalu terbayang bahwa Supersemar memang bukanlah pengalihan kekuasaan. "Di situ (naskah pidato) dijelaskan Supersemar itu bukan perintah transfer of authority tapi perintah pengamanan pemerintahan, keselamatan presiden dan wibawa presiden," ujar Ubay.
Selain naskah pidato Djas Merah, Salim juga mengarsipkan aneka pesanan cetakan lainnya. Misalnya saja putusan Mahmilub terhadap Soebandrio dan Untung. Ada juga pidato Soeharto saat pertama kali menjadi presiden. Banyak berkas yang juga telah dibakar.
Ubay tidak tahu apakah dia dibayar untuk mencetak aneka order yang mayoritas dari KOTI itu. "Yang jelas saat itu percetakan di Jakarta masih sedikit," ujar pria yang pernah menjadi pengurus KNPI daerah ini.
Salim Thalib meninggal pada 2002. Aneka dokumen bernilai sejarah yang disimpannya lalu disimpan istrinya. Setelah itu diwariskan pada Ubay.
(mad/nrl)