Aturan tersebut disampaikan Direktur Arkeologi Bawah Laut Departeman Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) Surya Helmi saat berbincang dengan detikcom, Selasa (18/11/2008).
Wacas, seorang nelayan menemukan kapal yang diduga peninggalan kolonial di perairan Subang, Jawa Barat. Wacas dan kelompoknya cemas temuan terhadap kapal yang berisi emas batangan dan uang tersebut diklaim pihak lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Surya mengatakan, aturan penemuan itu sebenarnya sudah ada. Siapa saja yang menemukan, harus melaporkan ke pemerintah. "Harta karun itu kan benda cagar budaya, penemu harus melaporkan. Yang paling benar itu ke Depbudpar," kata
Setelah pelaporan tersebut, berdasarkan UU No 5/1992 biasanya pemerintah akan mengumumkan ke publik apakah ada pihak yang berminat untuk mengangkat harta karun itu. Menurutnya, siapa saja boleh mengajukan izin pengangkatan itu.
"Tidak boleh perorangan, yang mengajukan itu harus perusahaan yang memiliki izin operasi di bidang pengangkatan semacam harta karun itu," kata Helmi.
Nantinya, perusahaan itu akan dinilai oleh Panitia Nasional Harta Karun apakah dia layak untuk mengangkat atau tidak. Jika tidak, dia tidak akan bisa melakukan apa-apa terhadap harta karun itu.
"Jadi Panitia Nasional itu yang akan mengeluarkan izin survei dan pengangkatan," ujarnya.
Helmi juga menegaskan, si penemu juga tidak boleh mengklaim harta karun itu sebagai miliknya. "Kalau penemuan di Subang itu benar, nelayan tidak boleh mengklaim itu miliknya dan tidak boleh menyatakan perusahaan lain tidak boleh mengajukan izin survei atau pengangkatan. Karena berdasarkan aturan, siapa saja boleh asal dinilai layak oleh Panitia Nasional," tandasnya.
Panitia Nasional Harta Karun bernama resmi Panitia Nasional tentang Benda Berharga Muatan Kapal Tenggelam (BBMKT). Panitia yang dibentuk sekitar akhir Oktober 2008 itu beranggotakan 15 instansi antaranya Budpar, DKP, Dephan, Depkeu, Deplu, TNI AL, Depdag, Depnaker, Polri, dan Kejaksaan.
(ken/iy)