Setahu Warga Untuk Menimbun Minyak

Renovasi Makam Amir Sjarifoeddin

Setahu Warga Untuk Menimbun Minyak

- detikNews
Rabu, 05 Nov 2008 17:10 WIB
Solo - 19 Desemeber 1948 petang, ketua RT di desa Ngaliyan memerintahkan kepada sejumlah warga setempat agar membawa alat penggali tanah ke makam desa setempat. Pak RT mengatakan ada perintah atasan agar membuat galian untuk menimbun minyak tanah.

Saat itu minyak tanah sangat langka, apalagi jika saat itu sedang terjadi agresi militer I oleh Belanda. Jika gudang penyimpan minyak dibakar atau dikuasai Belanda maka cadangan minyak untuk rakyat akan semakin langka. Karena itulah setelah mendengar perintah itu, warga berduyun-duyun menuju kuburan untuk melaksanakan perintah Pak RT.

Salah satu dari warga itu adalah Rakimin Kartopawiro, seorang pemuda desa setempat. Kini Rakimin sudah wafat 1,5 tahun silam. Namun sebelum dia wafat, beberapa kali detikcom berkesempatan menemuinya untuk mendengar cerita yang dia rekam dari pengamatannya sendiri seputar eksekusi mati Amir Sjarifoeddin dan kawan-kawannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepada detikcom, Rakimin pernah bercerita, petang itu dia dan warga lainnya menggali tanah kuburan yang cukup luas dalam kondisi gelap dan hanya terbantu oleh sinar bulan yang sedang purnama. Setelah galian hampir jadi, sekitar pukul 21.00 WIB datang sebuah truk mengangkut sejumlah orang.

"Kami pikir truk itu membawa minyak yang disebutkan sebelumnya. Tapi ternyata hanya berisi orang. Ada sebelas orang yang dikepung dengan pakaian ala kadarnya. Selebihnya berpakaian tentara. Kami diminta lebih cepat menggali," papar Rakimin saat itu.

Setelah galian dianggap cukup dalam, warga diminta segera pulang. Hanya empat orang yang diminta tetap tinggal tapi juga harus tetap menjauh dari luar area pemakaman. Salah satunya adalah Rakimin, yang kebetulan rumahnya tak jauh dari makam tersebut.

Dari kejauhan dia samar-samar melihat orang-orang tersebut bercakap-cakap. Lalu sebelas orang diminta bediri di bibir lobang membelakangi lobang. Tak lama kemudian terdengar nyanyian.

"Yang saya ingat salah salah satunya lagu Indonesia Raya, satunya lagi saya tidak tahu lagu apa yang jelas bukan menggunakan bahasa Jawa atau Indonesia. Lalu kami mendengar ada yang berteriak. Tak lama kemudian terdengar suara letusan tembakan," lanjutnya.

Empat orang warga, termasuk Rakimin, diminta mendekat. Rakimin melihat sebelas orang itu telah mati di dalam lobang galian. Selanjutnya dia dan teman-temannya diperintah untuk menutup kembali galian itu dengan tanah galian semula.

Paparan Rakimin kepada detikcom itu disampaikan sekitar bulan Juli 2006, ketika itu dia masih sehat dan segar ingatannya. Tentang kebenaran cerita itu juga dikuatkan oleh Rakidi, anak Rakimin.

"Cerita yang saya dapat dari almarhum Bapak yang seperti yang Mas (detikcom -red) dapatkan dari Bapak. Seperti itulah yang dia ceritakan kepada kami," ujar Rakidi yang saat ini menempati rumah almarhum ayahnya di Ngaliyan, tak jauh daro makam umum desa yang menyimpan jenazah Amir Sjarifoeddin.
(mbr/djo)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads