Pembuangan kakek dan sapi itu dilakukan dapam upacara adat bernama Ngelarung yang digelar warga Desa Julah, Kecamatan Tejakula, Kabuapaten Buleleng, Bali pukul 06.00 Wita, Senin (20/10/2008). Upacara ini bertujuan untuk menyucikan kembali kakek Sutarya serta menghormati sapi betina yang telah disetubuhinya.
"Kita tidak membunuh sapi itu tetapi menghormatinya. Upacara ini adalah untuk mengubah kehidupan sapi di masa mendatang (reinkarnasi). Kami yakin sapi itu memiliki kelebihan karena mampu mempengaruhi pikiran manusia," kata Kepala Adat Desa Julah, Sidemen, di lokasi upacara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kakek Sutarya dan sapi betina kemudian dibawa ke pantai. Sapi betina ini giring ke tengah pantai. Sapi diberikan waktu berenang hingga letih. Setelah letih, sapi tersebut diseret ke tengah laut menggunakan perahu motor hingga berjarak 5 km dari daratan. Sapi malang itu pun terhayut oleh arus kemudian tenggelam ke dasar laut.
Bagaimana dengan si kakek? Nasibnya jauh lebih beruntung dari sapi itu. Dia tidak benar-benar ditenggelamkan. Sutarya hanya dimandikan di tengah pantai dan hanya pakaiannya yang dihayutkan. Sutarya pun berganti pakaian sembahyang. Usia dibersihkan di pantai, kakek Sutarya disucikan lagi dengan cara mandi di sungai desa setempat. Tujuannya adalah untuk menghilangkan aib.
Upacara Ngelarung yang pertama kali terjadi di Desa Julah menarik perhatian warga. Ratusan warga serta siswa SD menyaksikan upacara yang menggegerkan warga setempat.
Meski telah melaksanakan upacara Ngelarung, masih ada lagi upacara adat lain yang harus dilakukan Sutarya. Dia wajib menggelar upacara Pecaruan Balik Sumpah pada akhir tahun 2008. Biaya upacara tersebut dibebankan kepada keluarga kakek Sutarya. Selama upacara ini belum dilaksanakan, Desa Pakraman Julah masih dalam status Cuntaka (kotor) sehingga tidak boleh menggelar ritual keagamaan. (gds/djo)