Satu perangkat musik gambang kromong sudah riuh ditabuh. Kenong, kendang,
gong dan gesekan biola tradisional dibunyikan bersama-sama. Iramanya cepat,
berpadu dengan gitar dan bass elektrik.
Di depan alat musik, di atas panggung kecil tampak berdiri 2 aktor yang saling
bercengkrama. Keduanya terlibat dalam dialog khas lenong dan bercampur dengan
adu pantun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sang aktor dan penonton begitu dekat saling berinteraksi."Ini kami pertahankan karena kecintaan kami pada Betawi. Lakonnya kami ambil dari pakem Lenong. Ini sedang memainkan cerita Juragan Kodok," kata Dul Matin (45), salah seorang pengurus lenong.
Selain lenong, atraksi pencak silat Si Pitung juga menghipur penonton. Panggung kecil di bawah pohon besar nan rindang itu terasa hidup.
Suasana berbeda dirasakan di panggung besar yang terletak di tengah Lapangan Banteng. Di atas panggung itu sejumlah pejabat mulai walikota sampai gubernur menyampaikan pidatonya.
Iringan lagu-lagu karaoke sesekali terdengar untuk menembus kekakuan dan kebisuan "penonton".
Selebihnya adalah pidato kampanye caleg di atas panggung tinggi dan berjarak pagar hitam. Kontras dengan lenong yang dekat dengan penonton, berinteraksi dan mengontrol.
(Ari/aan)