Gara-gara nama program penanggulangan HIV/AIDS-nya di Papua diubah, Menkes pun sewot. Dia mengungkapkan kekecewaannya di depan para pejabat Dinas Kesehatan di Papua, karena nama program tak sesuai gagasannya.
"Saya inginnya Save Papua. Tapi ada tantangan di sini, inginnya P2KTP (Percepatan Pembangunan Bidang Kesehatan Tanah Papua). Nama itu jadi tidak seksi lagi," kata Menkes saat membuka pelaksanaan mobile clinic tahap II di Swiss-Bellhotel, Jayapura, Papua, Rabu (15/10/2008).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menkes mengisahkan, nama 'Save Papua' sudah dicetuskannya sejak pertengahan tahun 2005. Awalnya, dia menerima keluhan dari sesepuh Papua dan sejumlah LSM di Jakarta tentang HIV/AIDS yang semakin merajalela di Papua.
"Papua yang penduduknya relatif sedikit itu ada 2,5 persen (yang terinfeksi HIV/AIDS) dan mengenai ibu-ibu dan anak-anak. Kemudian saya berpikir bagaimana ini menyelamatkan mereka dan rakyat Papua seluruhnya," kenang Menkes.
Di tengah perenungannya itu, Menkes mengaku bertemu dengan seorang dokter bernama Condro, yang bekerja di Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Condro menangani pasien seorang diri di Wamena di saat rumah sakit (RS) di kabupaten tersebut sudah lama mangkrak.
"Pada saat itu Wamena hampir menjadi kota mati. RS ditutup, semua dokter tidak bisa bekerja karena tidak ada apa-apa lagi. Pasien yang turun gunung ke RS Wamena tidak tertolong," jelasnya.
Karena kondisi RS Wamena itu, imbuh Menkes, Condro rela jalan kaki, naik sampan, dan naik pesawat terbang untuk mengunjungi pasien yang sakit.
Beberapa waktu kemudian, Menkes mengaku juga didatangi oleh kepala-kepala suku Wamena di kantornya. Mereka mengadukan tentang kondisi yang terjadi di Wamena. Akhirnya Menkes mengirimkan stafnya untuk merevitalisasi RS Wamena.
"Di RS Wamena itu, lumut sudah setinggi orang. Kemudian saya babat. Kemudian saya adakan apa yang diperlukan dengan terobosan. Maksudnya saya di Wamena kerja sendiri, tidak melalui kepala Dinas Kesehatan dan itu lebih cepat," papar Menkes.
Tak berapa lama, imbuh dia, penduduk Wamena yang sakit sudah dapat ditangani oleh RS yang telah diperbaiki itu. Para kepala suku di Wamena ini bahkan memiliki klinik-klinik yang mereka kelola sendiri.
Atas jasa Menkes itu, dia diberi gelar kehormatan 'Mamae Wamenae' atau ibunya orang-orang Wamena.
"Nah saya ingin mengulangi hal itu untuk Papua seluruhnya. Save Papua," kata penulis buku 'Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung' itu dengan nada kecewa.
Menurut Menkes, 'Save Papua' lebih komprehensif dibanding dengan P2KTP. Program yang digagasnya itu mencakup pemetaan HIV/AIDS, hingga pembangunan infrastruktur untuk menekan bertambahnya jumlah penderita penyakit itu di Papua.
"Jadi sambil berjalan, meregister , dan memberi obat," tandas dia. (nwk/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini