Demikian pernyataan sikap yang disampaikan Direktur Eksekutif INFID Donatus Kladius Marut dalam rilis yang diterima detikcom, Selasa (7/10/2008).
Penelitian INFID mendapat dukungan dari kajian perspektif hukum internasional dan nasional (Jerman) dari Profesor August Reinisch, pakar hukum dari universitas Vienna, Austria. Kajian INFID juga yang didukung jaringan anti-uang global antara lain AFRODAD.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan kata lain Indonesia pun tidak wajib membayar utang atas kapal-kapal tersebut." tegasnya.
Utang tersebut menurut Profesor Reinisch, bisa dipandang sebagai 'odious' (haram) dalam pengertian klasik dari doktrin tentang 'odious debt', dan juga bisa dikatakan illegitimate dari segi prinsip-prinsip umum hukum pada tingkat yang paling tinggi.
Oleh karenanya INFID mendesak agar Departemen keuangan membuka kembali semua dokumen yang berkaitan dengan utang pembelian 39 kapal perang eks-Jerman Timur tersebut
"Gunakan jalur kerja sama parlemen di tingkat Asia dan Pasifik, maupun di tingkat Internasional untuk melakukan lobby penghapusan utang," kata Donatus.
Dalam Terms of Reference seminar dengan tema Illegitimate Debt (Utang yang tidak sah) pada tanggal 7 Oktober 2008 kemarin di Washington DC, disebutkan utang Indonesia ke Jerman untuk pembelian 39 kapal perang eks Jerman Timur sebagai contoh kasus illegitimate Debt.
Utang ini bermula ketika Indonesia dan Jerman menyepakati pembelian 39 kapal perang bekas Jerman Timur jenis Korvet dan Frosh penyapu ranjau 10 Desember 1996, termasuk biaya perbaikan dan pengiriman ke Indonesia. (ape/mok)