Di Sini Adanya Hukum Rimba

Menjejak Tanah Tak Bertuan

Di Sini Adanya Hukum Rimba

- detikNews
Jumat, 28 Sep 2007 15:25 WIB
Jakarta - Di Jakarta, banyak tanah tidak bertuan alias tak diketahui jelas siapa pemiliknya. Lahan tidur ini biasanya bersinggungan dengan fasilitas publik yang tidak terpakai. Taruhlah itu di bawah kolong tol atau lahan SUTET yang tidak terpakai, stasiun dan bentangan rel yang sudah mati, bantaran sungai hingga bibir pantai.Di Jakarta Utara, misalnya, wilayah tak bertuan ini banyak ditemui di hampir semua kecamatan. Di Penjaringan, ada perkampungan nelayan Muara Angke. Meski ada yang di daratan, ada pula yang nekat mendirikan bangunan di atas pantai. Warga mematok laut dan mendirikan rumah panggung dengan bambu atau kayu keras. Selanjutnya, ratusan rumah didirikan untuk menopang ribuan jiwa yang tersingkir dari manisnya Jakarta ini.Tak Ada RT/RWPraktis, wilayah utara Jakarta tidak mempunyai kepengurusan RT maupunn RW. Tidak ada catatan penduduk di kawasan itu. Penduduk hanya mengelompok membentuk paguyuban untuk memenuhi kebutuhan utama: air bersih, keamanan dan menjaga kebersihan.Masih di kecamatan serupa, penghuni tanah tak bertuan menyebar di kolong tol Pluit, meski ini mulai diberantas sejak awal September lalu.Geser ke arah timur, di Pademangan. Rumah liar berjangkit di sepanjang pinggir rel Kota-Priok. Seperti terlihat di Kampung Bandan, Pasar Pagi, hingga Pademangan Timur. Ratusan rumah mereot dari triplek atau kardus bekas. Profesi penghuni rata-rata sama, tukang segala tukang: tukang patri, tukang cuci, tukang copet, tukang mulung, tukang pukul, tukang penjual cinta alias PSK, tukang tipu, hingga tukang pengedar narkoba.Di lokasi itu, seringkali menjadi sasaran target penggerebekan polisi. Biasanya untuk kasus curanmor, pengedar ganja dua linting, penganiayaan terhadap istri ataupun pelaku kriminal lain khas 'orang kecil'. "Daerah itu memang rawan tindak kejahatan. Sering pelaku kriminal bersarang di sana. Itu sudah menjadi TO (target operasi)," kata Kanit Reskrim Polsektro Pademangan Ipu Ali Zusron memetakan kriminalitas di wilayah kerjanya, Rabu silam (26/9/2007).Kue Pembangunan Tak SepadanBisa jadi, kejahatan yang tinggi disebabkan masyarakat bawah itu tidak memperoleh kue pembangunan yang sepadan. Hingga untuk mempertahankan hidup, kekerasan menjadi sandaran.Seperti yang terlihat di Tanjung Priok. Di kecamatan yang satu ini terdapat puluhan pabrik kelas internasional. Tidak jauh, ada pula pelabuhan Tanjung Priok yang selalu berdetak jantung ekonominya. Miliaran rupiah yang semuanya adalah uang selalu berputar di kawasan ini per harinya.Namun, kemakmuran tampaknya tidak menetes ke bawah dan tetap saja peta kemiskinan sulit dihapus. Ribuan KK tinggal di bantaran rel kereta api ataupun sebagian kolong tol yang belum sempat digusur. Seperti terasa di Kampung Bahari pinggir rel dan stasiun Tanjung Priok yang telah mati. Kekumuhan dan bau tidak sedap di sana berhimpit dengan tuntutan untuk bertahan hidup.Entah berkorelasi atau tidak, angka kriminalitas di wilayah itu terus meninggi. Meski belum ada data pasti, berbagai kasus kriminal menonjol menyeruak dari kantung-kantung kemiskinan itu. Gara-garanya pun sepele: mabok, pukul istri hingga pingsan; putus cinta, nekat minum cairan serangga, impoten, bunuh istri yang tidak terpuaskan; sakit hati dilempar botol sofdrink, bunuh murid SD dengan diperkosa terlebih dahulu.Tak berbeda banyak dengan Tanjung Priok. Kecamatan Koja mempunyai "sarang penyamun" serupa. Lokasi itu tepat di belakang Depo Plumpang, Jakarta Utara. Terletak di sebuah tanah lapang di bawah jaringan SUTET. Luasnya kira-kira tiga kali lapangan bola. Tak ada ketua RT tidak pula RW, sebab hunian ini di atas tanah tak bertuan. Yang ada hanyalah "sesepuh" yang ditakuti karena menjadi pembuka lahan atau "tukang babat alas"."Hati-hati, Mas. Ini tanah merah. Dompet di dalam tas pun bisa hilang dicuri. Yang ada hukum rimba," sergah perempuan separuh baya mengingatkan detikcom saat hendak memburu TKP mayat dibuang di daerah ini.Ya, pemandangan mayat manusia dibuang begitu saja di got atau empang sudah jadi hal biasa. Bahkan mayat bayi yang masih orok sudah tidak menggemparkan lagi.Biasanya orok itu dibuang bersama tumpukan sampah Kali Sunter yang membelah Koja. Nyawa dan tubuh manusia, sepertinya sudah sama dengan sampah botol air mineral. Tidak berguna, dibuang begitu saja.Gang Macan yang SeramDi atas segala-galanya, Kecamatan Cilincing dapat dikatakan paling menggemparkan alias sensasional soal kejahatan. Tiap hari Polsetro Cilincing menerima pengaduan untuk tindakan yang tidak lazim ataupun tragis. Misalkan istri yang dipukul suami, gadis SMK dijadikan budak nafsu pamannya, pembunuhan atas motif yang sangat ringan, pencurian rumah kosong, sampai dikeroyok massa gara-gara tidak tidak punya duit untuk bayar PSK."Pernah kami terima aduan, wanita dilecehkan (secara seksual). Tapi kami bingung mencari barang bukti. Tiba-tiba, wanita itu menyodorkan seutas rambut pendek. Katanya, itu (maaf) rambut kemaluan wanita itu untuk dijadikan barang bukti..hahahahaha," ujar Kanit Reskrim Polsektro Cilincing Iptu Sutikno mengenang peristiwa lucu itu, pertengahan Juli lalu.Nah untuk urusan tempat tinggal, puluhan bromocorah "nyungsep" di Gang Macan, Kali Baru (hanya saja wilayah ini resmi). Saking seramnya, ada ujaran umum beredar," bisa masuk tidak bisa keluar". Bahkan bila ada pengedar narkoba atau pelaku curanmor lari ke tempat itu, polisi harus menghentikan langkah. Pilihannya cuma dua: dapat menangkap atau justru ditangkap dan digebuki massa.Penampungan PSKSelain Gang Macan, ada juga perkampungan nelayan Cilincing yang beradu punggung dengan Polsek Cilincing. Kondisinya serupa, diisi wajah-wajah dingin, seram, tubuh berhias tato dan secara sosial sangat tertutup. Biasanya di tempat ini menjadi penampungan PSK sebelum diterjunkan di kawasan lokalisasi Rawa Malang di kecamatan yang sama.Untuk kawasan tidak bertuan, ada Kampung Bandan yang berdiri ratusan rumah liar. Rumah-rumah itu tegak di atas bekas rawa yang kemudian diurug warga. Di atasnya persis, jaringan listrik tegangan super tinggi (SUTET) menjuntai di atas rumah. Satu persatu, rumah petak triplek berdiri. Hingga kini jumlahnya ratusan dan tentu saja kumuh.Kesamaan dengan Tanjung Priok, kantong kemiskinan Cilincing berhimpit dengan pusat industri. Di kecamatan yang berbatasan langsung dengan Bekasi tersebut, terdapat dua sentra industri yang terbilang besar yakni KBN Marunda dan KBN Cakung-Cilincing.Kelapa Gading SelamatBarangkali, hanya Kelapa Gading yang sedikit beruntung. Sebuah kecamatan yang tadinya adalah rawa tidak bertuan disulap menjadi kawasan elite yang mempesona. Sehingga hampir-hampir tidak menyisakan kantong-kantong kemiskinan, kecuali di area Pegangsaan II yang masih belum tersentuh pengembang. Hanya saja, pembangunan ini ditunjuk sebagai salah satu biang keladi banjir besar Jakarta karena menyerobot daerah serapan air.Membaca fakta di atas, menguatkan pesan bahwa industrialisasi tidak sebanding dengan kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi industrialisasi, semakin banyak orang tersingkir karena tidak mampu menikmati rezeki industri. Nasih oh nasib... (Ari/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads