"Waktu itu kami sudah berketetapan bahwa kita harus bikin pemilu ini murah," ucap Ketua KPU Arief Budiman di kantornya, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Senin (17/12/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sewa gudang yang besar itu biayanya mahal. Apalagi tiap tahun biayanya terus meningkat. Setelah kita hitung, kalau dia disimpan dalam waktu lima tahun, itu biayanya bisa sama dengan biaya produksi yang baru. Makanya kemudian KPU berpikir mencari kotak suara yang bisa sekali pakai dan bahannya murah," kata Arief.
Kotak suara 'kardus' itulah, disebut Arief, yang dipilih karena mudah dilipat sehingga mudah didistribusikan. Kotak suara itu nantinya untuk sekali pakai sehingga tidak perlu disimpan.
"Biaya produksi ini seingat saya mungkin hanya seperempatnya dari biaya produksi kalau kita pakai aluminium," ujar Arief.
Arief memperkirakan kebutuhan pengadaan kotak suara 'kardus' itu Rp 298 miliar setelah dilakukan lelang. Sedangkan untuk bahan aluminium, dia memprediksi harganya akan lebih mahal tiga kali lipat dibanding kotak suara 'kardus'.
"Pagu kita ketika merancang anggaran sekitar Rp 948 miliar. Kemudian ketika mau pengadaan kita cek lapangan kita bikin HPS itu sekitar Rp 500 sekian miliar. Kemudian, setelah dilelang, kebutuhannya hanya Rp 298 miliar. Salah satunya (karena) pakai karton itu," ujar Arief.
Saksikan juga video 'Kotak Suara 'Kardus' Bisa Dievaluasi, Alasannya?':
(yld/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini