Begini Cara Pemerintah Tanggulangi Rabies di NTT

Begini Cara Pemerintah Tanggulangi Rabies di NTT

Muhammad Idris - detikNews
Selasa, 27 Mar 2018 18:28 WIB
Foto: Rahma Lillahi Sativa/detikHealth
Jakarta - Penyakit anjing gila atau rabies merupakan penyakit hewan menular akut. Virus tersebut dapat menular dari hewan ke manusia (zoonosis) melalui gigitan hewan tertular.

Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat, pada saat ini terdapat sembilan provinsi dan beberapa pulau di Indonesia yang telah terbebas dari rabies, di antaranya adalah provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan DKI Jakarta.


Kemudian Kepulauan Riau, Bangka Belitung, NTB, Papua, Papua Barat, Pulau Weh, Pulau Pisang, Pulau Mentawai, Pulau Enggano, serta Pulau Meranti. Sedangkan Provinsi yang masih tertular rabies salah satunya adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur, dengan sejarah penularan sejak tahun 1997.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Direktur Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementan, Fadjar Sumping, mengungkapkan pihaknya sudah menetapkan strategi untuk pengendalian rabies pada wilayah tertular. Yakni melalui kegiatan vaksinasi dengan target cakupan lebih dari 70% populasi anjing.


Selain itu juga dilakukan sosialisasi, pengawasan lalu lintas anjing, manajemen populasi anjing, dan surveilans. Terkait adanya kasus rabies di Manggarai Timur dan Nagakeo, Ditjen PKH setiap tahunnya telah mengalokasikan dana pengendalian rabies di Flores.

Dana tersebut terutama difokuskan untuk penyediaan vaksin rabies, operasional vaksinasi, logistik kegiatan vaksinasi, monitoring, dan koordinasi pelaksanaan program.

Fadjar menjelaskan, selain dukungan dalam bentuk dana operasional, pihaknya juga mengupayakan pemenuhan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui Tenaga Harian Lepas (THL) sebanyak 20 orang. Kemudian dokter hewan dan paramedik veteriner sebanyak 42 orang. Mereka diterjunkan untuk membantu pelaksanaan program pembebasan rabies di NTT.

"Tahun 2018 Ditjen PKH menganggarkan Dana Tugas Pembantuan (TP) sebanyak 1,5 juta dosis dengan nilai anggaran sebesar Rp 35 miliar. Itu untuk prioritas Provinsi tertular Rabies," ungkap Fadjar.

"Dana ini termasuk alokasi vaksin untuk Provinsi NTT sebesar 250 ribu dosis, beserta komponen pendukungnya dengan nilai mencapai Rp 4 miliar," tambahnya.


Dia menyampaikan, untuk menangani kasus rabies di NTT baru-baru ini, pihaknya sudah mengirimkan tim dokter hewan yang terdiri dari staf Direktorat Kesehatan Hewan dan Balai Besar Veteriner Denpasar.

"Tim tersebut membawa bantuan vaksin dan melakukan koordinasi tindak lanjut pengendalian rabies. Serta melakukan sosialiasi mengenai bahaya rabies kepada masyarakat di sekitar lokasi," kata Fadjar.

Menurutnya, sosialisasi ini sangat penting karena setiap kejadian kasus rabies, pada umumnya disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat tentang bahaya rabies, sehingga korban lambat ditangani. Dia menekankan, masyarakat perlu mengetahui apabila didapati adanya korban gigitan hewan penular rabies (HPR).

"Jika ada korban, segera melapor ke Pusat Kesehatan Hewan (Puskesmas) atau Rabies Center untuk diperiksa dan diberikan Vaksin Anti Rabies (VAR). HPR yang menggigit agar segera diamankan dan dilaporkan," tandas Fadjar. (ega/nkn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads