"Dokumen itu berpotensi untuk membuat kita lebih paham tentang sejarah dokumen ini menjadi semacam pintu masuk menelusuri fakta lebih lengkap lagi kita tidak mengatakan bahwa ini belum 100 persen pasti benar," ujar Direktur AII, Usman Hamid kepada wartawan, di Kantor Amnesty Indonesia Jl Probolinggo, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (20/10/2017).
Usman meminta pemerintah seharusnya jangan hanya menyangkal data itu berasal dari mana, tetapi juga harus menyajikan data-data seperti yang diperoleh Amerika Serikat dengan membuka arsip terdahulu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Usman pemerintah tidak paham dengan masalah dan kewenangan hukum yang terjadi. Justru pemerintah terlihat mempersulit penyelidikan kasus pelanggaran HAM ini.
"Jadi kalau ada menteri yang mengatakan kita sulit melakukan penyelidikan kasus pelanggaran HAM itu aneh. Justru menteri tersebut tidak paham pada masalah pada kewenangan hukum untuk menyelidiki suatu peristiwa," tambahnya.
Usman mengatakan, ada Tap MPR Nomor 5 tahun 2000 tentang Pemantapan Persatuan Kesatuan Nasional yang masih berlaku. Tap itu menandakan pemerintahan menugaskan pemerintah untuk mengkoreksi penyelewengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) di masa lampau.
"Kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia di masa lampau itu masih bisa dilakukan, karena ada ketentuan hukum yang masih berlaku," tegasnya. (asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini