"Siang ini KPK sudah membuat surat dan mengirimkan pada hari ini kepada Kapolri terkait dengan (permintaan) memasukkan salah satu nama di daftar pencarian orang, yaitu tersangka MSH yang diduga memberikan keterangan tidak benar di pengadilan dalam persidangan kasus e-KTP," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis (27/4/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam persidangan Kamis (23/3), Miryam menyebut keterangan dalam BAP di KPK dibuat atas tekanan penyidik. Miryam kemudian mencabut keterangan dalam BAP di persidangan. Setelah itu, Miryam dalam kesaksian di persidangan mengaku tak tahu-menahu soal bagi-bagi duit e-KTP, termasuk proses pembahasan anggaran di DPR.
Berikut ini perjalanan perkara Miryam mulai dari menangis di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), ditetapkan sebagai tersangka, hingga menjadi buronan.
- 27 April
KPK menyurati Polri untuk memasukkan nama Miryam S Haryani ke daftar pencarian orang.
- 26 April
Pengacara Farhat Abbas diperiksa KPK selama 6 jam. Farhat mengklaim membeberkan sejumlah nama yang diduga terlibat menekan Miryam hingga akhirnya mencabut keterangan dalam berita acara pemeriksaan dan memberikan keterangan palsu di sidang perkara dugaan korupsi e-KTP.
"Ya, saya sudah menyebut beberapa nama, tapi tidak ada nama Bambang Soesatyo. Tapi ada inisial YA, CH, SN, kemudian MNR, ada istri pimpinan DPR yang coba komunikasi (dengan Ibu Elza). Saya sih nggak takut sebut namanya langsung, tapi nanti nama yang saya sebut yang takut," kata Farhat.
- 25 April
KPK menggeledah 4 lokasi terkait dengan perkara dugaan kesaksian palsu di persidangan dengan tersangka Miryam S Haryani. Ada empat lokasi yang digeledah, rumah Miryam Haryani di Tanjung Barat, Jagakarsa, Jaksel, dan kantor seorang pengacara di The H Tower.
Lokasi penggeledahan ketiga adalah rumah seorang saksi di Jalan Lontar, Lenteng Agung Residence, serta lokasi keempat adalah rumah seorang saksi di Jalan Semen, Perum Pondok Jaya, Pondok Aren, Tangerang Selatan.
- 21 April
Pengacara Miryam mendaftarkan gugatan praperadilan atas status tersangka kliennya. KPK menjerat Miryam dengan Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pengacara Miryam, Aga Khan, menyebut KPK tidak memiliki kewenangan menetapkan Miryam sebagai tersangka dengan alasan tindak pidana yang dilakukan Miryam merupakan tindak pidana umum.
- 20 April
Miryam tidak memenuhi panggilan KPK. Pengacara Miryam sebelumnya meminta penjadwalan ulang untuk pemeriksaan pada 26 April.
- 18 April
Penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan Miryam. Namun, lewat pengacara, Miryam menyampaikan tak bisa memenuhi panggilan karena sakit dan sedang dirawat di RS Pondok Indah.
- 17 April
KPK memeriksa pengacara Elza Syarief sebagai saksi untuk Miryam. Elza diperiksa karena pernah bertemu dengan Miryam sebelum politikus Hanura itu bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Kepada wartawan setelah diperiksa, Elza mengakui adanya pertemuan dengan anggota DPR Miryam Haryani di kantornya bersama pengacara bernama Anton Taufik. Elza juga melihat kertas BAP Miryam yang sudah dicoret-coret.
"Saya lihat BAP itu sudah dicoret-coret, gitu saja," ujar Elza.
- 13 April
KPK menjadwalkan pemeriksaan anggota DPR Miryam. Namun politikus Hanura itu tidak memenuhi panggilan.
- 12 April
KPK memeriksa dua terdakwa dugaan korupsi e-KTP, yakni mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto. Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Miryam.
- 5 April
KPK menetapkan anggota DPR Miryam S Haryani sebagai tersangka dugaan memberi keterangan tidak benar atau keterangan palsu. Dugaan keterangan palsu itu disebut KPK diberikan Miryam saat persidangan korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.
Miryam Haryani (Agung Pambudhy/detikcom) |
- 30 Maret
Dalam sidang perkara dugaan korupsi e-KTP, jaksa KPK memutar cuplikan video pemeriksaan Miryam di KPK. Video diputar untuk menyanggah keterangan Miryam, yang mengaku diancam penyidik saat diperiksa sehingga memberikan keterangan yang tidak sesuai.
Dalam persidangan, Miryam tetap mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) terkait dengan bagi-bagi duit e-KTP. Padahal penyidik KPK yang dikonfrontasi dalam persidangan menegaskan tidak ada penekanan saat proses pemeriksaan.
Karena Miryam tetap mencabut BAP, jaksa dalam sidang meminta majelis hakim memproses Miryam karena memberikan keterangan palsu dengan Pasal 174 KUHAP. Namun majelis hakim yang diketuai Jhon Halasan Butar-butar menyebut KPK bisa menempuh jalur hukum terkait dengan Miryam.
-27 Maret
Miryam Haryani mendadak sakit dan tidak menghadiri sidang di Pengadilan Tipikor dengan agenda konfrontasi dengan 3 penyidik KPK.
- 24 Maret
KPK mengirimkan surat permintaan cegah ke luar negeri terhadap Miryam ke Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Pencegahan itu dilakukan sejak 24 Maret dan berlaku untuk 6 bulan.
- Kamis, 23 Maret
Awal mula perkara Miryam hingga akhirnya ditetapkan menjadi tersangka berawal dari persidangan pada Kamis, 23 Maret. Sambil menangis terisak, Miryam mencabut BAP soal bagi-bagi duit.
"Saya minta saya cabut semua karena saya dalam posisi tertekan," kata Miryam bersaksi.
Dalam persidangan, Miryam menyebut keterangan dalam BAP terkait dengan penerimaan dan bagi-bagi duit e-KTP itu tidak benar. Keterangan tersebut dibuat karena Miryam merasa terancam oleh perkataan penyidik KPK.
Dalam surat dakwaan, saat menjadi anggota Komisi II, Miryam disebut pernah meminta uang kepada eks Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman sebesar USD 100 ribu untuk Chairuman Harahap. Duit yang diminta itu disebut untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II DPR ke beberapa daerah.
Miryam disebutkan juga meminta uang Rp 5 miliar kepada Irman untuk kepentingan operasional Komisi II. Atas permintaan pada Agustus 2012 itu, Irman memerintahkan Sugiharto, yang saat itu menjabat Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil, menyiapkan uang untuk diberikan kepada Miryam.
Uang itu disebut jaksa pada KPK dibagi-bagikan secara bertahap, dengan rincian, salah satunya, untuk 4 pimpinan Komisi II, yakni Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, Teguh Juwarno, dan Taufik Effendi, masing-masing sejumlah USD 25.000. Namun dakwaan ini dibantah mereka yang menjadi saksi dalam persidangan. (fdn/tor)












































Miryam Haryani (Agung Pambudhy/detikcom)