"Istilahnya kita sebut orang itu karena kita nggak tahu siapa, tapi pasti elite politik. Karena surat (Al-Maidah 51) ini nggak pernah keluar kalau nggak ada pilkada," ujar Ahok saat diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang lanjutan di auditorium Kementan, Jl RM Harsono, Ragunan, Jaksel, Selasa (4/4/2017).
Baca juga: Ini Pernyataan Ahok yang Dianggap Jaksa Nodai Agama
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena disebutkan dalam selebaran itu disebutkan tsunami. Tidak menyinggung Al-Maidah-nya, yang saya singgung itu, ini RT/RW, kades itu yang terjemahan, yang saya maksud itu terjemahan atasnya tidak saya singgung, saya tidak ngerti sama sekali," kata Ahok.
"Yang saya maksud itu terjemahannya, kita sebagai umat Islam dilarang memilih gubernur dari agama lain, karena kalau kita memilih salah, kita sudah dianggap Allah murtad. Itu juga ada lagi lanjutannya, kita harus melihat musibah tsunami di Aceh beberapa waktu lalu, kalau Allah SWT sudah murka," Ahok menjelaskan.
Ahok didakwa melakukan penodaan agama terkait dengan pernyataannya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Ahok didakwa menodai agama karena penyebutan Surat Al-Maidah ayat 51.
"Terdakwa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, ataupun penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia," kata jaksa dalam surat dakwaan. (fdn/fdn)











































