"Isu ini bukan barang baru, jauh sebelum saya menjadi Menag sudah muncul. Bertolak dari berbagai masukan, karena ini eskalasi intensi atau aktivitas politik makin tinggi, ini kemudian menimbulkan intensi. Masukan yang kami terima, banyak yang mengeluh ceramah di masjid saling mencela, menghina, bukan karena kepada umat lain, tetapi kepada sesama umat Islam," ujar Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat rapat dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (30/1/2017).
Lukman mengatakan pihak yang menjadi subjek sertifikasi adalah khatib salat Jumat. Dia menjelaskan harus terpenuhi syarat minimal salat Jumat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Oleh karena itu, muncul kosakata standardisasi. Agar salat Jumat memenuhi rukunnya, agar sah. Ada juga yang tidak memenuhi rukun sehingga problem," sambungnya.
Sebelumnya, Lukman mengungkapkan kementeriannya akan merumuskan standar kualifikasi untuk penceramah agama. Langkah itu dilakukan agar tidak ada ceramah yang mengandung hujatan.
"Sekarang Kementerian Agama bekerja keras untuk merumuskan apa kualifikasi atau kompetensi yang diperlukan sebagai standar penceramah itu," kata Lukman di PTIK, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (26/1).
Namun pihak Kemenag tidak ingin menjadi lembaga yang memberikan sertifikat terhadap penceramah tersebut. Pihaknya akan berbicara dengan beberapa pihak yang berkompeten dalam bidang keagamaan terkait siapa yang akan memberikan sertifikat untuk penceramah, apakah dari MUI atau ormas agama gabungan. (dkp/erd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini