"Di lokasi kejadian tidak ada kasus hewan pada antraks," jelas Direktur Kesehatan Hewan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Fadjar Sumping Tjatur Rasa, dalam rilisnya, Sabtu (21/1/2017).
Sebagaimana diketahui, antraks bisa menular dari hewan ke manusia. Jika tidak ada kasus pada hewan, maka kecil kemungkinan akan ada kasus pada manusia. Soal penularan antraks yang bersliweran belakangan ini, FK UGM merespons melalui edaran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Fadjar, jika benar anak tersebut mengalami infeksi antraks, kemungkinan diperoleh dari spora tanah atau lingkungan. "Bukan hewan ternak atau produk ternak," jelas Fadjar.
Anak itu disebut sakit meningitis. Namun berdasarkan sampel cairan cerebospinal memang ada kuman antraks. "Bisa saja infeksi antraks menyebabkan radang meningitis, tapi itu kasus sangat langka," ungkapnya.
Sementara berdasarkan pengecekan kolam renang tempat anak beraktivitas, tidak ditemukan kuman antraks.
Di lain pihak, RSUP Dr Sardjito menjelaskan pihaknya menerima pasien anak dari RSUD Sleman pada 31 Desember Pasien itu kemudian meninggal pada 6 Januari 2017. Awalnya didiagnosis menderita meningitis, tapi kemudian diketahui berdasarkan hasil tes kultur ditemukan adanya bakteri Bacillus anthracis.
Meski demikian, RSUP Dr Sardjito membantah broadcast yang menyebutkan pihaknya menangani 15 pasien dengan dugaan antraks. "Kami hanya merawat satu pasien ini saja yang menderita meningitis," tegas Direktur Medis dan Keperawatan dr Rukmono Siswishanto, Sp. OG (K)., M. Kes. (sip/try)