"Sudah disahkan dan akan segera diajukan ke Kemenkum HAM," ujar Hatta Ali dalam konferensi pers capaian kinerja tahun 2016 di Gedung MA Jalan Medan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (28/12/2016).
Hatta mengatakan keluarnya Perma tindak pidana korporasi telah ditunggu institusi penegak hukum di Indonesia. Hal ini juga disusun melalui proses panjang antara pihak kepolisian, Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi, hingga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Hatta perusahaan yang melanggar UU tindak pidana korporasi tidak bisa dikenakan hukuman badan. Oleh karena itu hukuman yang diberikan berupa denda.
"Kalau pengurus melakukan tindak pidana maka dia sendiri yang mempertangungjawab pidana sendiri. Tetapi tidak menutup kemungkinan korporasi juga dikenakan pidana, tapi korporasi hanya berupa denda," paparnya.
Dia mengatakan kalau korporasi tidak sangup membayar denda, maka aparat penegakan hukum berhak menyita aset korporasi sebagai ganti rugi negara.
"Disita asetnya, dilelang untuk menutup kerugian negara. Selain pengurus pertangung jawab pidana juga. Korporasi bisa diwakili pengurus, kadang kala yang mewakili pengurus direktur utama yang sering diakta pendirian perusahan. Ini biasanya sudah ditentukan siapa yang bertangung jawab ke dalam sampai ke luar pengadilan. Biasanya direksi, jadi direksi di samping mempertangungjawabkan pidana sendiri, juga bisa mempertangung jawab pidana oleh korporasi," pungkas Hatta. (edo/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini