Cerita tersebut Putu sampaikan saat menjadi saksi untuk dua terdakwa yang merupakan anak buahnya, Suhemi dan Noviyanti, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa (6/12/2016). Menurut Putu, permintaan kuota awalnya dilontarkan oleh Yogan Askan, pengusaha yang juga merupakan pengurus Partai Demokrat di Sumatera Barat.
"Tolonglah kami, supaya kami tidak malu di Sumatera Barat'," kata Putu menirukan ucapan Yogan saat keduanya bertemu di Plaza Senayan pada 23 Juni 2016.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Putu menjawab bahwa dia pribadi tak punya kuota untuk Sumbar. Namun Putu kemudian meminta bantuan kepada Rinto Subekti di Badan Anggaran terkait usulan tersebut. Dijawab Rinto bahwa usulan Putu sudah terlambat.
"Pak Yogan saya enggak punya kuota, saya akan coba dan saya akan minta tolong sama Novi untuk ke Banggar. Akhirnya saya tulis tulisan seratus kepada ibu Novi. 'Tolong titip ke Pak Rinto Subeketi, apa bisa mengusulkan Sumbar atau tidak. Minta tolong dijawab bisa atau tidak'," ujar Putu.
"Saya dapat jawaban, 'tidak bisa, terlambat'. Saya telepon Suhemi 'tidak bisa'. Saya minta Novi komunikasi sama Pak Yogan bahwa tidak bisa," lanjutnya.
Putu yang juga berasal dari Partai Demokrat coba mencari jalan lain. Dia menghubungi anggota Banggar lainnya, Wihadi Wiyanto.
"Setelah itu saya menghubungi Novi karena saya telah komunikasi dengan Pak Wihadi 'ya aku coba, siapkan proposalnya'. Saya ke Bu Novi, kuota sumbar punya Pak Wihadi. Pak Wihadi saya sempat sampaikan, dia akan coba. Memberikan lampu hijau," tutur Putu.
"Apakah Pak Yogan menjanjikan adanya komitmen fee kepada saudara sebesar Rp 1 miliar?" tanya jaksa.
"Tidak ada. Pak Yogan bilangnya 'Nanti saya bantu Pak Putu, saya dorong nanti. Tolong saya jangan dilupakan supaya saya jadi Ketua DPD (Demokrat Sumbar) biar gampang kalau Pak Putu berkunjung ke Sumbar punya Ketua DPD'. Pak Yogan itu bilang dorong, sepertinya mau memberikan sesuatu kepada saya," jawab Putu. (rna/asp)