"Reklamasi tidak keliru. Justru ini akan dapat memberikan banyak manfaat dan bisa dikelola dengan baik," kata Emil di KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (4/101/2016).
Sebelumnya Emil menyebut di tahun 2013, Wantimpres mempertemukan konsultan asal Belanda dengan kelompok studi Indonesia untuk membahas tentang reklamasi. Emil menyebut ada perbedaan yang tajam antara pendapat keduanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Emil mengatakan pendapat ahli Indonesia menyebut reklamasi di Teluk Jakarta dianggap perlu dengan alasan akan menjadi tempat perhimpunan air tawar, menjadi lahan karena Ibu Kota butuh ruang lebih, untuk perluasan Pelabuhan Tanjung Priok, dan terakhir agar nelayan-nelayan mempunyai akses ke laut. Hal itulah yang akhirnya dianggap Wantimpres condong ke arah pendapat ahli Indonesia dibandingkan konsultan Belanda.
Kemudian, Emil memaparkan tentang alasan reklamasi disepakati. Menurutnya, pantai utara Jawa membawa lumpur-lumpur hasil sedimentasi sungai-sungai sehingga dibutuhkan semacam Giant Sea Wall dengan reklamasi untuk membendung meningkatnya air laut.
"Dengan adanya permukaan laut yang naik, sea level raise, mengakibatkan sungai tidak mengalir ke laut dan terpukul kembali dan menjadi rob banjir, jadi butuh Giant Sea Wall untuk membendung sea level raise. Jadi permukaan laut tertahan dan di dalam terkendali," kata Emil.
Selain itu, Emil menyebut ada beberapa alasan lain Wantimpres menolak pendapat konsultan Belanda yaitu pembentukan waduk di pinggir Jakarta dan pengerukan tanah dari luar Jakarta. Menurut Emil, hal itu justru akan merusak lokasi lain dan menambah berat proses mengalirnya air di Jakarta.
"Jadi Wantimpres usul ke SBY konsep insinyur Indonesia dipilih dan Belanda ditolak dan digariskan sesuai insinyur Indonesia. Lalu kembali kami usulkan ke Jokowi setelah memperhatikan di lapangan ada masalah, dan 2013 kami hidupkan kembali dan diajukan beberapa waktu lalu ke Presiden Jokowi," ujar Emil.
(dha/Hbb)