Berbaurnya Islam dan Etnis Tionghoa di Indonesia

Berbaurnya Islam dan Etnis Tionghoa di Indonesia

Rini Friastuti - detikNews
Selasa, 04 Okt 2016 15:45 WIB
Peluncuran buku di PP Muhammadiyah (Foto: Rini Friastuti/detikcom)
Jakarta - Yayasan H. Karim Oei (YHKO) dan Masjid Lautze menerbitkan sebuah buku berjudul Rumah Bagi Muslim, Indonesia dan Keturunan Tionghoa. Buku setebal 420 halaman ini menceritakan sejarah perjuangan kesetaraan sosial dan pembauran etnis Tionghoa dengan bangsa Indonesia.

Diluncurkan di Gedung Dakwah PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (4/10/2016), buku ini diolah dari berbagai artikel, pidato, guntingan berita media massa, catatan sekretariat serta foto dokumentasi kegiatan YHKO, mengenai latar belakang, maksud dan tujuan pendirian YHKO.

Dalam sambutannya, sekjen PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan buku ini memiliki peranan penting untuk memahami perkembangan Islam di Indonesia tak terlepas dari dukungan bangsa Tionghoa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dalam konteks etnis dan ras, kita melihat sejarah kedekatan bangsa Indonesia dan Tionghoa. Bahkan untuk perkembangan Islam di awal tidak terlepas dari dukungan bangsa China," ujar Abdul dalam pidato sambutannya.

Dia mengatakan diskusi yang nantinya muncul dalam peluncuran buku ini dapat menjadi pemersatu, sehingga tak ada lagi batas antara satu etnis dengan etnis yang lain karena bangsa Indonesia lahir dari kesatuan.

"Diskusi ini merupakan komitmen kita bersama, sekat itu tidak boleh dibangun dalam perbedaan etnis, tapi unity, kesatuan," ujarnya.

Din Syamsuddin dalam pidato pembukaannya mengatakan figur Karim Oei, pendiri YHKO bukanlah orang asing di tubuh Muhammadiyah. Dia pernah menjadi konsul Muhammadiyah di Bengkulu, bahkan bersahabat dengan Buya Hamka, tokoh Muslim Indonesia.

Dia juga menceritakan secara singkat hubungan erat yang terjadi antara Islam dan Tiongkok yang sudah berlangsung sejak berabad-abad yang lalu. Bahkan sudah terdeteksi pada abad ke-2 Hijriyah, di mana pasukan Islam di bawah pimpinan Khalifah Umar bin Khattab melakukan ekspansi Islam hingga merambah ke tanah Tiongkok.

"Sehingga di Guangzhou itu ada sebuah bukit dan menjadi sebuah cagar budaya, di sana ada makam Saad bin Abi Waqash, dan ada prasasti serta masjid. Itulah kira-kira kontak Islam dengan Tiongkok, apalagi pada perdagangan jalur sutera, Makkah itu menjadi jalur transit, sehingga nabi dan sahabatnya mengetahui ketinggian peradaban China sebelum peradaban Islam dan Yunani," jelas Din.

Din berpesan kepada warga Tionghoa di Indonesia untuk tak menganggap Islam sebagai agama asing, dan jangan pula umat Islam menganggap etnis Tionghoa sebagai orang lain. Khususnya dalam kehidupan berpolitik dan demokrasi, di mana isu SARA kembali dimunculkan beberapa oknum.

"Saya menyimpan kekhawatiran dengan dinamika kehidupan nasional termasuk proses demokrasi, agaknya mengemuka kembali sentimen seperti itu antara kedua belah pihak, maka harus dicari jalan keluar. Karena kalau tidak dimanage maka akan menjadi bom waktu sehingga memerlukan kearifan kita semua," pesan Din.

"Saya ingin menggalang gerakan orang cerdas dan waras menghadapi ekspresi bahkan eksploitasi sentimen primordialisme yang mungkin di ranah politik wajar saja. Apalagi jika keadaan seperti sekarang ini, mudah-mudahan, saya tidak bermaksud mendramatisasi, tapi inilah keprihatinan saya merajut komunikasi ini, bukan hanya dengan etnis Tionghoa, jangan sampai terganggu," sambung Din.

Pembauran antara etnis Tionghoa dan Muslim Indonesia jangan sampai terusik dengan kekerasan yang terjadi di bidang ekonomi yang berhimpit dengan kepentingan negara. Sentimen-sentimen yang muncul harus dirajut dengan kebersamaan, sehingga tak ada lagi pembeda antara umat Muslim, Indonesia, dan keturunan Tionghoa.

"Ini bakal terganggu apabila ada capital violence, kekerasan pemodal, kekerasan dana, apalagi capital violence itu berhimpitan dengan state violence. Maka sentimen ini belum sembuh betul, jadi ini yang kita rajut, dan buku ini hadir tepat waktu untuk merajut kebersamaan itu," tutupnya. (rni/Hbb)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads