Di tiap daerah dijamin pembuatan e-KTP kini antre dan membludak. Belum lagi pelayanan birokrat yang hanya seadanya, sehingga mesti sabar menunggu berjam-jam.
![]() |
Satu contoh saja proses pembuatan e-KTP di Kota Bekasi, Jawa Barat, daerah yang begitu dekat dengan ibu kota Jakarta. Pagi ini, Kamis (15/9/2016), sejak pukul 05.00 WIB, Dianta Sebayang, dosen ekonomi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) sudah antre di kantor Disdukcapil Kota Bekasi.
Tiba di lokasi, sudah ada ratusan orang yang duduk menunggu untuk mengambil nomor antrean. Dianta hanya memperbaiki data saja, karena e-KTP-nya hilang dan butuh pengganti yang baru.
![]() |
Semakin siang, sudah ada lebih dari 1.000 orang yang mengantre berbaris rapi. Ada yang perekaman, perbaikan data, dan pengambilan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada empat sampai lima petugas saja yang melayani di bagian nomor antrean. Begitu selesai, habis nomor antrean karena dijatah, loket tutup.
"Kemudian untuk perekaman ada lima petugas yang melayani, untuk perbaikan data ada lima, dan pengambilan ada empat. Jadi begini, hari pertama antre perekaman, besoknya antre lagi untuk perbaikan data, dan tinggal menunggu jadwal untuk pengambilan. Jadi tidak bisa langsung mengambil karena blanko terbatas," urai Dianta.
![]() |
Bisa dibayangkan, bila Anda mendapat nomor antrean 1.000, jam berapa Anda akan mendapat giliran dengan petugas yang terbatas? Dianta menyayangkan di era digital semestinya semua bisa lewat komputerisasi, masyarakat tak perlu menunggu berjam-jam.
"e-KTP ini garda terdepan pelayanan birokrasi. Kalau seperti ini, bagaimana masyarakat bisa berpersepsi baik pada birokrasi?" tutur dia. (dra/dra)