Karena Olimpiade Biologi, Siswi SMA di Bandung Ini Dapat Nilai Nol dan Tak Naik Kelas

Karena Olimpiade Biologi, Siswi SMA di Bandung Ini Dapat Nilai Nol dan Tak Naik Kelas

Yudhistira Amran Saleh - detikNews
Senin, 05 Sep 2016 11:05 WIB
Ilustrasi Siswa (Foto: Thinkstock)
Bandung - Tak pernah terlintas di pikiran Dvijatma Puspita Rahmani bahwa olimpade Biologi harus membuat dirinya mendapat nilai nol. Puspita mendapat nilai nol di mata pelajaran matematika.

Kisahnya berawal ketika dirinya jatuh sakit selama dua minggu. Orang tua Puspita, Danny Daud Setiana kemudian memberikan surat keterangan sakit kepada pihak sekolah.

Saat Puspita kembali masuk, ia kemudian harus mewakili sekolah mengikuti olimpiade biologi. Menjelang olimpiade, Puspita diwajibkan mengikuti pelatihan mata pelajaran biologi di sekolah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Walau tidak masuk ke dalam kelas untuk mengikuti pelajaran, namun Puspita tetap pergi ke sekolah. Ia dilatih oleh guru biologi di salah satu ruangan di sekolah.

Ketika Puspita sedang rehat sejenak, ia bertemu dengan guru bahasa Indonesia. Guru bahasa Indonesia itu kemudian menanyakan kenapa Puspita tidak masuk pelajarannya.

Puspita pun memberikan penjelasan kepada sang guru bahwa dirinya sedang mengikuti pelatihan olimpiade. Namun sang guru malah memarahinya.

"Memangnya pelajaran bahasa Indonesia tidak penting? Memang hanya pelajaran biologi saja yang penting?" kata guru bahasa Indonesia seperti dituturkan oleh orang tua Puspita, Daud ketika dihubungi detikcom, Senin (5/9/2016).

Puspita menurut Daud ketika itu langsung merasa kaget dengan perkataan guru bahasa Indonesia. Selama pelatihan olimpiade serta saat olimpiade berlangsung, Daud menjelaskan Puspita diberikan keistimewaan oleh sekolah untuk tidak mengikuti mata pelajaran.

Ia diijinkan untuk mengikuti ulangan susulan dan juga pengumpulan tugas susulan. Ketika olimpiade usai, Puspita kemudian menghadap kepada guru matematika.

Puspita meminta untuk mengikuti ujian susulan serta ulangan sususlan. Namun apa kata guru matematika kepada Puspita?

"Malah tiba-tiba guru matematika ini pas diminta ulangan susulan gak pernah dikasih. Malah dia bilang awas ya kamu gak bisa melawan guru. Lalu dia kasih anak saya nilai nol di rapot. Kan berlebihan," ucap Daud.

Ternyata, lanjut Daud, guru matematika tersebut mendengar perkataan dari guru bahasa Indonesia yang mengatakan bahwa Puspita lebih memilih pelajaran Biologi dibanding bahasa Indonesia. Memang dari semester 2, kata Daud, putrinya itu sudah dikasih tahu oleh guru bahwa Puspita tidak akan naik kelas.

"Dari sejak semester 2, gurunya sudah bilang kalau dia tidak akan naik. Semua bilang itu hak guru, sudah keputusan dewan. Pihak sekolah ini menyatakan itu hak guru," jelas Daud.

Semenjak kejadian itu, Daud menjelaskan putrinya sangat panik. Ia juga shock serta banyak mengeluarkan kata-kata bernada pesimis. "Anak kami berkata, apa saya ini tidak diinginkan untuk bersekolah? Apa salah saya? Katanya gitu ke saya," tuturnya.

Takut dengan kondisi putrinya, Daud pun memberikan motivasi kepada dara kelahiran 5 Februari 2001 itu. Ia meminta anaknya untuk terus belajar dan mendekatkan diri pada Tuhan.

Daud menilai pemberian nol oleh guru kepada anaknya ini hal yang sangat aneh. Padahal anaknya itu sudah mengerjakan tugas.

"Saya bilang ke dia harus selalu semangat. Saya juga memanggil psikolog untuk dia. Saya suruh dia juga untuk ngaji dan salat untuk lebih dekat dengan Allah SWT," imbuhnya.

"Dengan pemberian nilai nol ini kan ada hal yang berlebihan. Kan gak mungkin nilai nol karena anak saya juga ngerjain tugas. Artinya ada latar belakang subjektif lah menurut pandangan kami," tambah Daud.

Untuk itu Daud menyerahkan kasus ini kepada Federasi Guru Independen Indonesia (FGGI). Karena menurut Daud, FGGI mengerti akan hukum-hukum di dunia pendidikan.

Harapan Daud agar kasus anaknya ini bisa diselidiki dengan baik. Ia juga berharap FGGI yang meminta bantuan KPAI bisa menyelesaikan kasus anaknya dengan sekolah ini.

"Inikan ada tindak kekerasan psikis ke anak saya. Tapi yang tahu itukan semua yang lebih berwenang. Kami berharap KPAI melakukan pemeriksaan kepada pihak sekolah. Ini sebenarnya kesalahan sistem pendidikan di sekolah, emosi semata atau gimana," tutupnya.

Sementara itu ketika dihubungi, Sekjen FGGI Retno Listyarti menyatakan tindakan guru matematika itu telah melanggar UU Tentang Perlindungan Anak Karena guru tersebut telah melakukan kekerasan terhadap anak.

"Tidak naik kelas bagi siswa tersebut adalah termasuk dalam klasifikasi perlakuan tindakan kekerasan psikis terhadap anak yang diatur pada UU Perlindungan Anak yaitu UU Nomor 23 Tahun 2002 pasal 80 dengan ancaman hukuman penjara 3 tahun 6 bulan. Dengan adanya dugaan telah terjadi kekerasan terhadap anak maka sudah sepatutnya KPAI turun tangan melakukan pemeriksaan terhadap pelaku baik kesalahan atas nama pribadi maupun jabatan," jelas Retno. (yds/dra)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads