Beberapa siswa terlihat kebingungan. Mereka tak membawa buku gambar. Maman, kemudian menghampiri dan menanyakan alasan mereka tak membawa buku gambar, padahal pelajaran hari ini, Selasa (2/8/2016) adalah seni budaya.
![]() |
Berbagai macam alasan dikemukakan sejumlah murid. Maman kemudian mencatat nama-nama mereka yang tidak membawa buku. Para siswa ini diminta membuat surat dan ditandatangani orangtua alasan mereka tak membawa buku gambar. Surat itu diserahkan di pertemuan selanjutnya.
Setelah itu, Maman membagikan kertas gambar ke para siswa yang tak membawa buku gambar. Seorang siswa, berbisik ke detikcom yang ikut di dalam kelas. Kalau Guru Maman pasti membagikan kertas gambar, jadi beberapa siswa memang sengaja tidak membawa buku gambar.
![]() |
"Ayo anak-anak gambar produk iklan komersil, silakan," tegas dia. Ada lebih dari 30 siswa dan siswi di ruangan kelas SMPN 17 Bekasi yang terletak di Pondokgede.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini sampah coba diambil, buang ke tempat sampah," kata dia menunjuk ke seorang siswa yang di bawah mejanya ada sampah kertas.
![]() |
Setelah memutar dari satu meja ke meja lain, Maman kemudian duduk di depan. Beberapa murid menghampiri dan menanyakan hasil gambar mereka.
"Kamu kok gambar pasta gigi seperti ini. Coba nama produknya, pakai nama hasil buatanmu sendiri," jelas dia.
Diskusi dia lakukan dengan siswanya yang maju ke meja guru menanyakan soal gambar. Maman kemudian membantu membuatkan garis dan mengarsir gambar itu.
![]() |
Dua jam pelajaran hari ini diisi Maman di kelas IX. 1 Jam pelajaran sekitar 40 menit. Sekitar pukul 11.00 WIB, pelajaran seni budaya selesai. Maman mewanti-wanti muridnya agar mengumpulkan tugas menggambar produk iklan itu.
"Ayo yang belum selesai segera diselesaikan. Jangan sampai push up di depan kelas," kata dia. Selama dua jam pelajaran murid-murid ini diberi kesempatan berkreasi dengan gambar produk iklan.
Setelah selesai mengumpulkan pekerjaan para siswa, sambil berjalan menuju ruang guru Maman bertutur soal nasibnya yang sudah 40 tahun menjadi guru honorer.
"Saya sejak 1976 jadi guru honorer di Bandung. Dulu saya jualan angklung, terus ada sekolah yang nawarin saja jadi guru honorer," terang dia.
Maman memulai karier sebagai guru honorer di Bandung, mengajar seni rupa dan seni musik. Hingga empat tahun kemudian dia pergi ke Bekasi mengikuti tempat tinggal istrinya. Tahun 1980-an, Maman menjadi guru honorer di Bekasi, di dua sekolah SMP. Seperti di Bandung dia mengajar seni rupa dan seni musik.
"Saya lahir tahun 1950-an, waktu ada pengangkatan PNS umur saya 40 tahun jadi sudah tidak memenuhi syarat," lanjut dia.
Suka duka dia jalani sebagai guru honorer. Maman menikah dua kali setelah istri pertamanya meninggal. Dia memiliki lima anak yang sudah bekerja semua. Anda masih penasaran dengan kisah Maman? Ikuti terus berita selanjutnya.
(dra/dra)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini