Aksi tersebut digelar di tiga titik di Jalan Slamet Riyadi, Solo, Minggu (10/7/2016) pagi. Ketiga titik itu adalah di depan Plaza Sriwedati, di Perempatan Ngarsopuro dan di Bundaran Gladag. Selanjutnya seluruh peserta aksi berkumpul dan memusatkan aksi di Perempatan Ngarsopuro. Aksi kultural tersebut menyita perhatian warga yang sedang lewat maupun yang sedang menikmati Minggu pagi di kawasan salah satu pusat kuliner pagi di Solo tersebut.
![]() |
Mereka membawa sejumlah spanduk dan poster menggelitik. Beberapa tulisan seakan menyindir pelaku bom bunuh diri pada Selasa atau H-1 lebaran lalu. Misalnya poster tertulis 'aku wis bakdan, kowe kapan' (aku sudah lebaran, kamu kapan), 'posomu ora tutug nda' (puasamu tak selesai bung), 'iki kutho mat-matan, rasa mikir sing pethakilan' (ini kota nyaman, abaikan yang banyak tingkah), 'Kutho Solo punjering roso, ojo boros nyowo' (Kota Solo pusat rasa, jangan boros nyawa). 'Solo ora gigrik' (Solo tak pernah gentar) dan sebagainya.
Koordinator aksi, Budi Riyanto, mengatakan saat ini ada pihak-pihak yang sedang ingin mengacaukan keutuhan Indonesia dengan melakukan bisnis ketakutan. Usaha itu terus dikembangkan dengan menebar ketakutan dan kebencian di seantero wilayah di tanah air, termasuk di Solo. Kunci untuk menghadapinya adalah dengan terus menjalin solidaritas, kerukunan, kebersamaan, dan terus menyadari bersama bahwa keanekaragaman di Indonesia justru modal utama persatuan bangsa.
![]() |
"Kami tidak takut. Kami tidak gentar. Percayalah pada kami bahwa Solo tetap nyaman untuk semua. Warga Solo menolak segala bentuk kekerasan atas nama apapun juga. Tidak ada tempat untuk menjadi intoleran di kota kami. NKRI harga mati, Kota Solo tetap ngangeni (bikin kangen). Kami nyaman di sini. Tidak ada dampak apapun atas terjadinya ulah tidak bertanggungjawab itu," ujar Budi Riyanto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT