"Saya curiga ada mafia bermain dari pembuat, pemasok sampai user. Ini rapi dan tidak terbongkar dari 2003. Saya tidak yakin paramedis tidak bisa membedakan vaksin asli dan palsu karena harganya beda sekali," kata anggota Komisi X Irma Suryani.
Hal itu disampaikan dalam rapat kerja dengan Menkes Nila Moeloek, Plt Kepala BPOM Tengku Bahdar Johan Hamid, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Aman Bhakti Pulungan, serta perwakilan dari Biofarma. Rapat khusus membahas vaksin palsu ini berlangsung di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (27/6/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, anggota F-PAN Saleh Daulay mengaku tidak puas dengan penjelasan Kemenkes lewat Twitter soal vaksin palsu ini. Menurutnya, pemerintah menganggap ini bukan hal besar.
"Vaksin palsu ini disebut hanya 1 persen. Ini menyepelekan masalah. Kalau ada 1 persen yang meninggal karena vaksin ini, ini pelanggaran," ujar Saleh.
Penjelasan-penjelasan Kemenkes lewat media dianggap belum memuaskan. Saleh juga meminta agar pemerintah bertanggung jawab.
"Vaksin palsu ini bentuk kelalaian dari pemerintah. Tidak hanya melanggar UU kesehatan tapi juga konstitusi," ucapnya.
Sementara itu, anggota F-Nasdem Amelia Anggraini meminta agar rekening para pelaku ditelusuri. Kejahatan ini dianggap sudah keterlaluan sehingga dia ingin DPR membuat pansus.
"Ini bentuk genosida. Perlu ditelusuri rekening pelaku. Apa ada kemungkinan keterlibatan pemerintah, direktur RS, puskesmas," ujar Amelia.
"Saya ingin adanya pansus vaksin palsu," lanjutnya. (imk/hri)











































